Menempuh Jalan Rakyat
Pada 7 Januari malam, malam itu malam Jum'at,
hanya senafas, hanya dalam beberapa detik,
hanya 7 kata, dirangkai dalam kalimat keramat,
dan Bung Karno mengucapkan:
"Saya sekarang menyatakan Indonesia keluar dari PBB!"
Ini adalah permulaan dari suatu taraf juang,
dalam perlawanan terhadap penindasan lahir-batin Rakyat,
di zaman kebangkitan ditandai oleh bergolaknya 4 samudra,
oleh terpaan badai dan guntur di 5 benua:
hanya 7 kata dalam satu kalimat
tapi dia adalah halilintar menggeger bumi,
pertanda pertama dari musim baru pasti datang.
Seluruh tanahair gegap-gempita menyambut,
di kota dan di desa, di pabrik dan di sawah, sahut-bersahut
pernyataan persetujuan serta dukungan dengan kesadaran
pada tindakan Bung Karno, kebijaksanaan patriotik;
kaum buruh, kaum tani, massa prajurit
berdiri bersama Bung Karno dengan keyakinan
akan keperkasaan Dwitunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat,
bersama Bung Aidit
bersama Bung Munir
bersama Pak Asmu;
kaum Manipolis bersama Nasakom
bersatu hati, bersatu tujuan
mengganyang nekolim dan
"mahkota kemerdekaan bukan keanggotaan PBB!"
Lenyaplah mitos kesucian PBB,
lenyaplah mitos "dunia merdeka",
karena Rakyat bangkit berlawan
dan menjadi jelas: imperialis AS setan dunia!
Gertakan dan kaokan imperialis AS
diiringi citcit sitikus revisionis Yugoslavia
dan auman Oldefos, harimau tua tiada bergigi,
tenggelam oleh kegemuruhan sambutan seluruh dunia
dari negeri-negeri dan Rakyat-rakyat berjuang;
setiakawan dan semangat comrade-in-arms
seperti kilat-kilat api memancar sambung-bersambung
menciutkan hati saudagar-saudagar perang
menggemetarkan jenderal-jenderal berbintang di Pentagon
menggoncang tempattidur makhluk-makhluk yang diburu pengalamannya;
bukankah di Korea jenderal-jenderal AS pernah dipaksa angkat putih?
bukankah di Vietnam jenderal-jenderal AS kehilangan kepercayaan diri?
bukankah Rakyat Tiongkok telah memberi mereka hajaran-hajaran pahit
sejak sibajingan Ward tewas oleh senjata kaum tani dalam perlawanan Taiping,
sampai MacArthur yang diusir dari Sungai Jalu terbirit ke Pusan?
sudah lenyap mitos tentang keunggulan AS,
sudah lenyap mitos tentang keunggulan senjata imperialis,
karena Rakyat bangkit berlawan,
karena manusialah yang menentukan!
Kaum imperialis AS, sisetan dunia, adalah mereka
yang dicekik oleh perbuatan-perbuatannya sendiri,
mengapa mereka di Asia,
di Korea, di Jepang, di Filipina, di Taiwan, di Vietnam di semua negeri?
Apa kerja mereka di Afrika,
di Konggo, di Tanzania, di Ghana dan dimana-mana?
Untuk apa mereka di Amerika Latin,
di Kuba, di Panama, di Puerto Rico dan di semua pelosok?
Bahkan apa faedah mereka di Eropa dan di bagian lain dunia ini?
Katanya berdagang, tapi dagangannya adalah maut,
Katanya bersahabat, tapi persahabatannya campurtangan, penipuan dan subversi,
Katanya untuk perdamaian, tapi yang dibawanya adu domba dan perpecahan,
Katanya untuk kemerdekaan, tapi nyatanya penaklukan baru, neokolonialisme,
Katanya membantu, tapi bantuannya menjerat leher dan membelenggu
Katanya membawa kebudayaan, tapi kebudayaannya memabukkan, pelacuran dan saling tembak,
[empat baris berikutnya tak terbaca]
Analisis Puisi:
Puisi "Menempuh Jalan Rakyat" karya HR. Bandaharo adalah salah satu karya sastra yang menggambarkan semangat perlawanan terhadap imperialisme dan neo-kolonialisme, dengan mengangkat momentum penting dalam sejarah politik Indonesia, yaitu ketika Presiden Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1965. Karya ini mencerminkan perlawanan terhadap dominasi asing dan menegaskan pentingnya perjuangan rakyat dalam menentukan nasibnya sendiri.
Tema Sentral
Tema utama dalam puisi ini adalah perlawanan terhadap kekuatan imperialis, terutama Amerika Serikat (AS), yang dalam pandangan penyair digambarkan sebagai "setan dunia" dan penguasa tirani yang menindas negara-negara berkembang. HR. Bandaharo mengecam dominasi ekonomi, politik, dan militer yang dilakukan oleh kekuatan imperialis terhadap bangsa-bangsa yang berjuang untuk kebebasan.
Pengumuman Soekarno mengenai keluarnya Indonesia dari PBB menjadi titik awal perjuangan melawan kekuatan neo-kolonialisme dan imperialisme. Baris:
"Saya sekarang menyatakan Indonesia keluar dari PBB!"
digambarkan sebagai pernyataan revolusioner yang memulai babak baru dalam perjuangan. Ini menandakan perlawanan simbolis dan fisik terhadap sistem global yang dikendalikan oleh kekuatan imperialis. PBB, yang sering dianggap sebagai badan perdamaian internasional, dalam pandangan puisi ini menjadi alat kekuasaan besar yang mendominasi dunia, dan tindakan Soekarno menjadi simbol pembebasan dari cengkeraman tersebut.
Citra dan Simbolisme
HR. Bandaharo menggunakan citra yang kuat untuk menggambarkan semangat rakyat dan pemimpin revolusioner. Bung Karno, Bung Aidit, Bung Munir, dan Pak Asmu disorot sebagai tokoh yang menyatukan rakyat dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Mereka digambarkan sebagai tokoh yang berpihak pada rakyat, dengan kebijakan yang didasarkan pada patriotisme dan ideologi perlawanan.
"Kaum buruh, kaum tani, massa prajuritberdiri bersama Bung Karno dengan keyakinanakan keperkasaan Dwitunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat"
Kalimat ini menegaskan pentingnya persatuan antara rakyat sipil, kaum buruh, tani, dan militer dalam menghadapi kekuatan asing. Rakyat tidak berdiri sendiri; mereka didukung oleh para pemimpin yang memahami pentingnya kemerdekaan sejati yang tidak terikat oleh kekuatan asing, termasuk melalui organisasi seperti Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), yang di masa itu menjadi pilar penting dalam pemerintahan Soekarno.
Imperialisme dan Neokolonialisme
Puisi ini juga memberikan kritik tajam terhadap imperialisme Amerika Serikat yang digambarkan sebagai "setan dunia." Bandaharo menyebut AS sebagai aktor utama yang membawa penindasan dan kerusakan di seluruh dunia, baik di Asia, Afrika, Amerika Latin, maupun Eropa. Negara-negara yang disebutkan dalam puisi ini, seperti Korea, Vietnam, Filipina, Kongo, dan Kuba, adalah tempat di mana rakyat mengalami penderitaan akibat campur tangan asing, yang sering kali membawa perang dan kehancuran.
"Katanya berdagang, tapi dagangannya adalah maut,Katanya bersahabat, tapi persahabatannya campurtangan, penipuan dan subversi"
Melalui penggambaran ini, HR. Bandaharo menyingkap bahwa imperialisme tidak hanya hadir dalam bentuk penjajahan militer, tetapi juga melalui ekonomi, politik, dan kebudayaan. Ini memperlihatkan bahwa meskipun penjajahan fisik mungkin sudah berakhir, bentuk baru penjajahan, yaitu neokolonialisme, masih berlangsung dengan cara yang lebih halus dan tersembunyi.
Perlawanan dan Keyakinan Rakyat
Meski puisi ini penuh dengan kritik terhadap kekuatan asing, inti dari karya ini adalah keyakinan bahwa rakyatlah yang memiliki kekuatan untuk menentukan nasibnya sendiri. Hal ini terlihat jelas dalam pengulangan frasa:
"karena Rakyat bangkit berlawan"
Dalam pandangan Bandaharo, rakyat adalah aktor utama dalam perjuangan ini. Mereka tidak hanya menjadi korban dari penindasan, tetapi juga menjadi pelaku perubahan. Dengan semangat "comrade-in-arms," atau solidaritas perjuangan, penyair menekankan pentingnya persatuan global di antara bangsa-bangsa yang tertindas dalam melawan kekuatan besar yang menguasai dunia.
Puisi “Menempuh Jalan Rakyat” karya HR. Bandaharo adalah sebuah puisi revolusioner yang mencerminkan semangat anti-imperialisme yang kuat pada masa itu. Melalui penggambaran keluarnya Indonesia dari PBB sebagai momen penting dalam sejarah, Bandaharo menekankan pentingnya kemandirian politik dan ekonomi sebagai bagian dari perjuangan rakyat. Kritik tajam terhadap AS sebagai simbol imperialisme dunia dan solidaritas rakyat tertindas di seluruh dunia menjadi inti dari pesan puisi ini.
Dengan gaya bahasa yang penuh semangat dan simbolisme yang kuat, puisi ini menyerukan persatuan rakyat untuk melawan penindasan global, serta menegaskan bahwa kekuatan sejati ada pada rakyat yang berjuang untuk kebebasan dan keadilan.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.