Linggau Malam
ketika aku akan pulang terpaksa aku tanyakan hati
segala yang terbetik dari laut-birunya liarnya kehidupan
berpotret diri-sendiri dalam nisannya yang teduh
ia akan dibuang kelak ke tanah-asing tercintanya.
sial berkata-kata memulangkan nyanyian gadismu
di dalamnya lahir orang-orangan yang dilupakan orang
karena ia, ia lupakan dan dilupai kekasihnya
berkaca dibeling hitam wajah bertikaman ancaman perang.
perang di hatimu selesai malam ini, kasihku
di sana kita menukil mata venus dewi kebirahian
sedang sang waktu membunuh aku dalam pemburuan waktu
dan waktu terbunuh kini karena aku membunuhnya.
kau terimakah aku pulang sebagai orang mati yang tercela?
dalam jari tanganku terpaku kata-kata dinding-tua
berpotret diri-sendiri dalam nisannya yang teduh,
sedang engkau dalam ajakan di bibir cintamu yang runtuh,
kau terimakah aku pulang sebagai orang mati yang tercela
(sebuah vas berisi bunga-bunga putih di beranda rumah)
dan anak-anak yang bermain dengan popi
hidupnya tak tercela matinya tak terbela.
dan aku yang bermain-main dengan hidup
menghabiskan doa dalam dukana yang terderita
karena duka-penyair dasar jiwa hati yang selalu berdegup
berpotret diri-sendiri dalam cintanya yang runtuh.
Sumatra, 14 Juni 1955
Sumber: Majalah Budaya (September, 1956)