Puisi: Kota Kami Dahulu (Karya Motinggo Boesje)

Puisi: Kota Kami Dahulu Karya: Motinggo Boesje
Kota Kami Dahulu


tak kukira, kukira kaliku sudah tak di situ lagi
kita lama saling terendam sampai lumpurnya
jika kau belum lupa pada anakmu sebesar siapa ia kini
kuburan duka di sana, merambati hatinya

adalah kerna masih ingat padamu, aku pulang
melihat si manis menyanyikan nafas, yang tewas
dan jalan ke rumahmu runtuhnya dalam, sayang
ketika itu rebahlah si roni muda, matimu terlalu lekas

roni, bangunlah kau, daku kini di sini
rambutan lebat buahnya, kotamu kehilangan pencuri
kali kulihat ikannya, bersih putih airnya
si romlah sudah sekolah, geribik dindingnya

alangkah pendeknya nafas, o, begitupun hari
kunyanyikan buatmu ibu dari segala rindu
engkau kawan-kawan sekelas, pencuri buahan dan lari
kuingat namamu satupersatu

kukirimkan jiwa padamu si jiwa malang yang kusayang
jiwa melayanglah ketika aku ngimpi dan pulang
jangan lupa padaku, dunia-lama , walaupun nanti
mati, di negeri lain, jauh dari romlah dan tati
karena usiaku yang pendek, nasibku yang jelek


Kotak Kupang, 2 Agustus 1956

Sumber: Majalah Budaya (1957)

Motinggo Boesje
Puisi: Kota Kami Dahulu
Karya: Motinggo Boesje

Biodata Motinggo Boesje:
  • Motinggo Boesje (Motinggo Busye) lahir di Kupang Kota, pada tanggal 21 November 1937.
  • Motinggo Boesje meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 18 Juni 1999 (pada usia 61 tahun).
  • Nama lahir Motinggo Boesje adalah Bustami Djalid.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Tanah Sunda Kemana pun berjalan, terpandang daerah ramah di sana Kemana pun ngembara, kujumpa manusia hati terbuka mesra menerima. 'Pabila pun berseru menggetar…
  • YuliakuTiap petang tiap malam padamulah selaluYulia, keras hati ingin sampaikan salam dan laguBila mendung datang kelam sunyi berkabutMengenang hati meski jauh batas memendam piluO…
  • Periode yang Tragisseketika orang-orang tak kan ketawa lagipandang mereka– menembus musim gugur –lalu berkatalah– hati ini di luar doa dan pemujaan –karena bumi disebari bintang-bi…
  • Januari, 1949 Butiran logam membunuh saudaraku Dirabanya pinggangnya Ketika dia rubuh Sejemput dendam meluluh hatiku Di mana kuburnya Sem…
  • Ode (1) katanya, kalau sekarang aku harus berangkat kuberi pacarku peluk penghabisan yang berat aku besok bisa mati, kemudian diam-diam aku…
  • Bayangan Ah, kaulah itu yang menunggui aku Bila di sampingku masih menyala lampu Kawan setia, tapi sia-sia tiada daya bila lampu padam ia pun sirna.1956Sum…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.