Kenangan Anak-Anak Seragam
pada masa kanak-kanakku
setiap jam tujuh pagi
aku harus seragam
bawa buku harus mbayar
ke sekolah
katanya aku bodoh
kalau tidak bisa menjawab
pertanyaan guru
yang diatur kurikulum
aku dibentak dinilai buruk
kalau tidak bisa mengisi dua kali dua
aku harus menghapal
mataku mau tak mau harus dijejali huruf-huruf
aku harus tahu siapa presidenku
aku harus tahu ibukota negaraku
tanpa aku tahu
apa maknanya bagiku
pada masa kanak-kanakku
aku jadi seragam
buku pelajaran sangat kejam
aku tidak boleh menguap di kelas
aku harus duduk menghadap papan di depan
sebelum bel tidak boleh mengantuk
tapi
hari ini
setiap orang boleh memberi pelajaran
dan aku boleh mengantuk
Sarang Jagat Teater, 19 Januari 1988
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Kenangan Anak-Anak Seragam" adalah salah satu karya sastra dari penyair Indonesia terkenal, Wiji Thukul. Puisi ini menggambarkan pengalaman masa kecil sang penyair saat ia masih bersekolah, serta refleksi tentang perubahan dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari.
Latar Belakang Penulis: Wiji Thukul dikenal sebagai salah satu penyair Indonesia yang aktif dalam mengkritik pemerintahan otoriter dan ketidakadilan sosial. Puisi-puisinya sering kali mengangkat isu-isu sosial dan politik yang relevan dengan masanya. "Kenangan Anak-Anak Seragam" adalah salah satu karya yang mencerminkan pandangannya terhadap pendidikan dan konformitas sosial.
Pengalaman Masa Kanak-Kanak: Puisi ini menggambarkan pengalaman masa kanak-kanak sang penyair, di mana ia merasa terkekang oleh aturan-aturan sekolah dan tuntutan akademik yang keras. Dalam puisi ini, ia menciptakan gambaran tentang keharusan memakai seragam, membayar buku pelajaran, dan menjawab pertanyaan guru sesuai dengan kurikulum yang ada. Hal ini menggambarkan tekanan yang dialami oleh banyak anak-anak dalam sistem pendidikan formal.
Kritik terhadap Pendidikan: Puisi ini secara tegas mengkritik pendidikan yang terlalu fokus pada kurikulum dan menghargai kreativitas serta pemikiran independen anak-anak. Penyair menyampaikan perasaan ketidakpuasan terhadap pembelajaran yang hanya menekankan pada pengetahuan faktual seperti nama presiden dan ibukota negara. Puisi ini menyoroti bagaimana pendidikan bisa menghambat potensi anak-anak dalam mengejar impian dan minat pribadi mereka.
Transformasi dalam Pendidikan: Pada akhir puisi, terdapat perubahan yang ditunjukkan oleh penyair. Ia menggambarkan bahwa saat ini, semua orang dapat memberikan pelajaran, dan ia juga diperbolehkan untuk mengantuk. Ini dapat diartikan sebagai dorongan terhadap pendidikan yang lebih inklusif dan beragam, di mana pembelajaran tidak terbatas pada kurikulum formal dan dapat terjadi di berbagai tempat dan waktu.
Pesan Kritis: Puisi "Kenangan Anak-Anak Seragam" adalah pengingat bagi kita semua untuk mempertanyakan sistem pendidikan yang ada dan apakah itu benar-benar memenuhi kebutuhan anak-anak. Puisi ini menekankan pentingnya memberikan ruang bagi kreativitas, pemikiran kritis, dan eksplorasi minat pribadi dalam pendidikan.
Puisi ini merupakan karya sastra yang kuat dari Wiji Thukul yang menghadirkan kritik sosial terhadap pendidikan formal dan menekankan pentingnya memungkinkan anak-anak untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan ulang bagaimana pendidikan kita dapat lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak di era yang terus berubah.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).