Kembalikan kepada Sejarah
Aku tertegun di tepi laut dirasuk sangsi.
Akan kubuangkah beban duka dan rindu ini
lalu kembali ke dunia snob mengenakan safari
dan bernapas dalam udara deodorant?
Atau kudukung terus duka dan rinduku ini
melanjutkan kembara di jalan lengang
tanpa tutur dan sapa, tapi tetap diri sendiri?
Sungguhlah, tak seorang pernah mampu melarikan diri
dari sejarah. Manusia telah ditentukan membawa beban
kelahiran yang dibekasi oleh syarat-syarat lingkungan
kelahiran itu. Orang yang mencintai hari ini
membenci hari lalu dan menolak ketidak-pastian hari depan.
Yang lahir dalam duka dan rindu mewarisi duka dan rindu itu
sampai ke akhir hayat. Kembaranya seperti kembara seorang sufi
menuju kakilangit hasrat bertemu dengan demiurgos.
Baginya terungkap rahasia kehidupan
ia berhadapan dengan dirinya sendiri.
Ada duka dan rindu merupakan pernyataan nafsu
akan dunia. Rindu pangkat dan harta, rindu kemewahan
terikat pada hari ini yang memberi kuasa dan kedudukan.
Cemas menghadapi tahun-tahun berlalu
karena yang berlalu diganti yang baru
dan setiap yang baru membawa ancaman.
Tanyakan pada sejarah, pernahkah yang lama tak diganti
oleh yang baru? Dan yang baru pun pasti
akan menjadi lama dan terhalau pergi.
Duka dan rindu pernyataan kasih, jika bersemi di hati
itulah garam dunia yang memberi rasa dan warna
pada kehidupan. Duka menyaksikan keperkasaan menganiaya
kelemahan yang menyerah menghamba laksana turaba
menjadi pijakan dan landasan bangunan kebesaran kekuasaan
dari masa ke masa. Ratap dan rintih penderitaan
lenyap ditelan rentak-sorak tari palsu demokrasi
dan nyanyian palsu kemanusiaan dalam semua irama.
Ah, rindu hakiki adalah rindu akan keadilan.
Tapi ini pun barangkali hanya mimpi.
Dalam sejarah tak ada keadilan tanpa didului kezaliman
akhirnya kezalimanlah yang mengaku dirinya keadilan.
Karena kezaliman itu terlalu buruk dan terkutuk
maka senantiasa dia menyamarkan diri
sebagai prikemanusiaan, keadilan, demokrasi, entah apa lagi.
Sejarah ditempa dan menempa, tapi yang lemah dan yang buta
sejarah, sepanjang zaman diperhamba. Ah, siapa anda
yang mampu menjumpakan si lemah dengan sejarah
supaya dia sadar, bahwa orang harus beradu cepat?
Jika sederajat berebut naik kereta-api
raja-raja dan menteri-menteri pun akan berdiri
tak dapat tempat .
Selamat tinggal, laut yang berdada lapang
yang menyimpan rahsia dan tak mau bicara.
Selamat tinggal! Aku akan meneruskan tualang
mencari yang hakiki, bukan mengejar bayangan maya.
Bebanku ini tidak kupercayakan padamu, laut.
Dia warisan sejarah, akan kukembalikan pada sejarah
pada waktunya. Biarlah sejarah nanti bercerita
tentang seorang yang terlunta-lunta. Hatinya terpaut
pada yang tiada berdaya, tiada berlawan, hanya mengalah.
Laut, taukah anda siapa yang tak berdaya itu?
Mereka hidup hanya dari hasil tulangnya delapan kerat
mereka kaum tani yang kerja keras
tapi turun-temurun miskin dan melarat
dan kaum buruh yang selalu menganggur, tak ada kerja
tapi anak-isteri menuntut makan.
Mereka tak tau nightclub atau mandi uap
tak pernah lunch di Hilton atau Mandarin
tak tau shopping ke Singapura, Bangkok atau Hongkong
tapi mereka tau tempe bongkrek
dan mereka pun tak berani teriak
mengalami harga-harga terus naik.
Dan semua mereka yang terkatung-katung seperti sabut
hanyut terapung-apung, akhirnya bertahan di muara
mundar-mandir hulu-hilir dibawa pasang, naik dan surut.
mereka bagian struktural masarakat, kata sarjana-sarjana
yang jujur tapi tak mampu berbuat sesuatu apa.
Sarjana-sarjana pun memutuskan ikut mengimbau "Ahoooi!"
Selamat tinggal, laut! Kukatakan padamu
"Tambah lama hidup, tambah sedikit teman
sebab hidup ini adalah kehidupan pikiran,
dan kepala sama berbulu, pendapat saling bertentangan.
Jagalah persahabatanmu dengan pantai, itu pesanku,
sebab semua kapal menuju pantai dan dari pantai
orang melambai. Pantai adalah hubunganmu
dengan daratan, dengan dunia, dengan manusia.
Tanpa pantai kau kesunyian sepanjang masa.
Moga-moga aku dan anda bertemu lagi.
Ahoooi!"
Jakarta, Desember 1979
Analisis Puisi:
Puisi "Kembalikan kepada Sejarah" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya reflektif yang mendalam, menggali tema berat tentang duka, kerinduan, dan ketidakmampuan manusia untuk melarikan diri dari beban sejarah dan lingkungan yang membentuknya. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh filosofi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara individu, sejarah, dan eksistensi mereka dalam masyarakat.
Tema dan Makna
Tema utama dalam puisi ini adalah ketidakmampuan manusia untuk melarikan diri dari sejarah dan beban yang dibawanya. Puisi ini mulai dengan perenungan tentang pilihan antara melepaskan beban duka dan kerinduan untuk kembali ke kehidupan yang lebih materialistis atau melanjutkan perjalanan dengan tetap mempertahankan identitas dan beban tersebut. "Akan kubuangkah beban duka dan rindu ini lalu kembali ke dunia snob mengenakan safari" menggambarkan pergeseran antara dunia spiritual dan dunia materi, antara melupakan sejarah dan menerima kenyataan.
Puisi ini juga menyoroti konsep bahwa manusia tidak dapat melarikan diri dari sejarah mereka. "Sungguhlah, tak seorang pernah mampu melarikan diri dari sejarah" menunjukkan bahwa setiap individu terikat pada kondisi kelahiran dan latar belakang mereka, dan beban ini akan terus ada hingga akhir hayat.
Simbolisme dan Imaji
Puisi ini menggunakan simbolisme yang kuat untuk menggambarkan perjalanan hidup dan beban sejarah. Laut, yang muncul di awal dan akhir puisi, melambangkan kedalaman emosi, misteri, dan ketidakpastian. "Selamat tinggal, laut yang berdada lapang" menandakan perpisahan dari sumber refleksi dan perenungan, serta keputusan untuk melanjutkan pencarian makna di luar laut.
Metafora "kembara seorang sufi menuju kakilangit hasrat bertemu dengan demiurgos" menggambarkan perjalanan spiritual dan pencarian makna yang mendalam dalam kehidupan. Sufi, sebagai simbol pencarian spiritual, menunjukkan usaha untuk memahami rahasia kehidupan dan menemukan kebenaran.
Selain itu, "duka dan rindu" merupakan simbol dari perasaan yang terikat pada dunia material dan emosional. Duka dan rindu menjadi gambaran dari ketidakpuasan dan keinginan yang terus-menerus ada dalam kehidupan manusia.
Gaya Bahasa dan Struktur
Gaya bahasa dalam puisi ini bersifat reflektif dan filosofis, dengan penggunaan metafora dan simbolisme untuk menyampaikan pesan mendalam tentang kehidupan dan sejarah. Frasa seperti "kembali ke dunia snob mengenakan safari" dan "menyaksikan keperkasaan menganiaya kelemahan" menciptakan kontras antara dunia material dan spiritual, serta antara kekuatan dan kelemahan.
Struktur puisi ini tidak teratur dan mengalir bebas, mencerminkan sifat perenungan dan ketidakpastian dalam perjalanan hidup. Penggunaan repetisi, seperti dalam frasa "selamat tinggal" dan "dukaku, rinduku," menekankan perasaan perpisahan dan ketidakmampuan untuk sepenuhnya melepaskan beban yang ada.
Refleksi Sosial dan Eksistensial
Puisi ini memberikan komentar tajam tentang ketidakadilan sosial dan ketidakmampuan sistem untuk mengatasi penderitaan individu. "Mereka kaum tani yang kerja keras tapi turun-temurun miskin dan melarat" mencerminkan kesulitan yang dialami oleh lapisan masyarakat yang terpinggirkan, serta ketidakmampuan mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Bandaharo juga menyoroti bagaimana sejarah sering kali mengulang dirinya dan bagaimana keadilan sering kali merupakan ilusi. "Dalam sejarah tak ada keadilan tanpa didului kezaliman" menunjukkan siklus kekuasaan dan penindasan yang terus berlangsung.
Puisi "Kembalikan kepada Sejarah" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi filosofis dan sosial. Dengan gaya bahasa yang puitis dan simbolisme yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara individu, sejarah, dan eksistensi mereka dalam masyarakat.
Melalui penggambaran perjalanan hidup dan beban sejarah, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari duka, kerinduan, dan ketidakmampuan untuk melarikan diri dari kondisi yang membentuk kita. Puisi "Kembalikan kepada Sejarah" adalah sebuah karya yang relevan dan penting dalam konteks pemahaman historis dan refleksi eksistensial.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.