Jam Dua Malam
Dingin Sampai ke Tulang
jam dua malam
dingin sampai ke tulang
air naik
ya air naik!
jam dua malam
orang-orang bangun
dan berbisik-bisik
air naik
ya air naik!
kesibukan mendadak
siap-siap
banjir datang
air naik
ya air naik!
kalau aku kaya
akan kubangun rumahku tinggi-tinggi
si Gareng bergurau
menertawai kemiskinannya sendiri
kalau emoh kebanjiran
jangan bikin rumah di pinggir bengawan
teriak yu Tomblok
sambil nggugah bojonya yang kemulan sarung
ya air naik!
si Kenthus kegirangan
membayangkan: besok pagi berenang
air naik
ya air naik!
kotoran-kotoran naik ke permukaan
lapangan didepan mulai tenggelam
dengarlah suara kenthongan dipukul
gemanya memantul-mantul
air naik
ya air naik!
jam dua malam
dingin sampai ke tulang
Jagalan, Kalangan, 5 Januari 1989
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Jam Dua Malam Dingin Sampai ke Tulang" karya Wiji Thukul menghadirkan gambaran tentang keadaan darurat banjir dan kesibukan masyarakat yang dipicu oleh ancaman tersebut.
Gambaran Malam yang Dingin dan Kegelapan: Puisi ini dimulai dengan deskripsi tentang jam dua malam yang dingin sampai ke tulang, menciptakan suasana yang suram dan gelap. Hal ini menciptakan latar belakang untuk tema utama puisi, yaitu banjir yang mengancam.
Ancaman Banjir: Puisi ini menggambarkan ancaman banjir yang tiba-tiba dengan kata-kata "air naik, ya air naik!" Penyair menggambarkan orang-orang yang bangun dari tidurnya dan berbisik-bisik karena mendengar peringatan akan datangnya banjir. Ini menciptakan perasaan ketidakpastian dan kegelisahan yang dirasakan masyarakat di tengah ancaman banjir yang mendekat.
Kegiatan Persiapan: Puisi ini menggambarkan kesibukan tiba-tiba masyarakat yang harus bersiap menghadapi banjir. Mereka diminta untuk siap-siap, dan suasana menjadi hiruk-pikuk. Hal ini menciptakan gambaran tentang respons kolektif masyarakat terhadap ancaman alam.
Kritik Terhadap Pembangunan di Pinggir Sungai: Penyair menyentuh isu kritis pembangunan di pinggir sungai. Dia menyebutkan bahwa jika dia kaya, dia akan membangun rumahnya yang tinggi-tinggi, sementara Gareng, yang mungkin mewakili orang-orang miskin, akan tertawa tentang kemiskinannya sendiri. Ini adalah kritik terhadap ketidaksetaraan sosial dan pembangunan yang tidak memperhitungkan konsekuensi banjir bagi masyarakat yang tinggal di pinggir sungai.
Berenang dan Kegembiraan Masyarakat: Puisi ini juga menciptakan gambaran tentang kegembiraan masyarakat dalam menghadapi banjir. Mereka membayangkan berenang di tengah banjir dan bersenang-senang. Hal ini menunjukkan sifat manusia yang mampu menemukan kebahagiaan bahkan di tengah-tengah kesulitan.
Simbolisme Air: Air dalam puisi ini bukan hanya elemen alamiah, tetapi juga bisa dianggap sebagai simbol ketidakpastian dalam kehidupan. Air yang naik merupakan metafora untuk ketidakpastian yang bisa datang kapan saja dalam hidup manusia.
Puisi "Jam Dua Malam Dingin Sampai ke Tulang" adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan ancaman banjir dan respons masyarakat terhadapnya. Thukul menggunakan gambaran banjir sebagai metafora untuk ketidakpastian dalam kehidupan dan sebagai kritik terhadap ketidaksetaraan sosial. Puisi ini juga menciptakan gambaran tentang kegembiraan dan kreativitas manusia dalam menghadapi kesulitan.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).