Dalam Senja-Kehidupan Tambah Mendekat
dalam senja-kehidupan tambah mendekat
telah jauh jalan yang ditempuh
kaki terasa penat
hati gelisah ingin berteduh
sekedar membaringkan tulang delapan kerat
tapi bilakah aku pernah memikirkan rumah?
aneh. aku tak pernah belajar dari burung
yang selalu sibuk membuat sarang
padahal selama bertahun di penjara terkurung
aku rindukan burung di udara bebas terbang
dalam hidupku aku mengalami tahun-tahun celaka
perang, fasisme Jepang, perang kemerdekaan
permusuhan, kurungan, pembantaian manusia
lalu perkelahian antara saudara, penyembelihan
penjara, pembuangan
orang mabuk darah, mabuk kuasa
kalap
jangan bicara padaku tentang balam dan tekukur
atau perling yang pandai bernyanyi
mereka hidup bagai terkubur
dalam sangkar-sangkar dan kandang-kandang
bersayap tapi tak bisa terbang
makanan dan minuman tersedia
mereka tetap kenyang
aku tak punya rumah
tak mengerti tentang rumah
bicaralah padaku tentang elang laut dan rajawali
yang terbang dari tepi langit ke tepi langit
bersarang tinggi di celah-celah karang di bukit-bukit
berkejaran di atas alun lalu terbang menyongsong matahari
aku tak punya rumah, tak punya harapan
bahkan mimpi pun tinggal sisa-sisa
serpih-serpih yang berantakan
berserakan di jalan kehidupan
aku menyapa Tuhan dan bertanya
tapi Tuhan diam dan memalingkan muka
telah diturunkan kitab-kitab dan suhuf-suhuf
mengatur makhluk dan kehidupannya
semua persoalan telah dijawab
bersama dengan kehadiran manusia di dunia
tapi manusia enggan kembali ke kitab
*
suatu malam aku menempati kamar di pelabuhan
jendelanya terbuka ke laut lepas
ada ranjang besi, satu meja dan satu kursi rotan
ada cermin pecah tergantung di dinding
tak ada isi kamar itu kepunyaanku
selain apa yang lekat di badan
aku berdiri di jendela menatap lampu-lampu
gemerlap di kapal-kapal berlabuh
angin berembus membawa keharuman napas
dan parfum perempuan-perempuan asing
berasal dari pelabuhan-pelabuhan jauh
mereka bagai ingin mengelu-elukan aku
dengan gaya yang ramah dan mata senyum
lengan dan dada terbuka mulus dan harum
sekilas terasa kepedihan kehilangan
yang telah dicapai dan disayangi
tapi dalam perjuangan yang panjang
dikorbankan atau menjadi korban
itulah tuntutan sejarah yang tak bisa dihalangi
sejarah adalah mimpi manusia dalam perwujudan
dan seorang pun tak bisa mengelakkan diri
rela atau tak rela, sadar atau turut-turutan
peluit kapal yang akan bertolak menikam malam
disahut raungan anjing-anjing liar
dari kejauhan yang kelam
*
mimpi kemerdekaan membikin aku jadi pejuang
menentang penjajahan, menentang fasisme, menentang ketidakadilan
mimpi kedaulatan melahirkan revolusi, persaingan
perkelahian saudara dengan saudara, permusuhan
ketika membagi-bagi kue kemerdekaan dan berpesta
aku tak bisa masuk barisan, terdesak ke belakang
kemudian kursi-kursi empuk diperebutkan, aku dilupakan orang
dalam mimpi demokrasi politik dan ekonomi, hak hidup dan hak sama
aku termasuk barisan yang kalah, dicap penentang dan masuk penjara
tak pernah diadili dan dibuang
itu adalah sejarah, penafsiran mimpi manusia
ada yang baik ada yang buruk, ulang-bergantian, pergi dan berbalik
yang baik bisa buruk dan yang buruk bisa baik
tergantung ketepatan memberi jawab pada tantangan
yang tak lain adalah takdir Tuhan yang Maha Esa
menghadapi larut senja kehidupan ini
kebutuhan dan tuntutan hidup manusia jadi berubah
baru terasa kepapaan orang yang tidak punya
Napoleon di St. Helena pun merasakan ini
panglima penakluk Eropa yang menjadi orang buangan
kehilangan mimpi dan harapan, terkucil dari sejarah
tapi aku tak sakit hati, tak menaruh dendam
tak membenci siapa pun, tak iri pada siapa pun
tak mengutuk, tak menyesali diri
hati dan jiwaku merasa tenteram
karena yakin, mimpi yang gagal pun adalah sejarah
apakah aku telah ditetapkan akan mati
sebagai anjing liar di tepi jalan?
Tuhan jua lah yang Maha Mengetahui
1983
Sumber: Aku Hadir di Hari Ini (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Dalam Senja-Kehidupan Tambah Mendekat" karya HR. Bandaharo menyajikan sebuah narasi yang penuh dengan refleksi mendalam mengenai kehidupan, sejarah, dan eksistensi manusia. Melalui gaya bahasa yang kuat dan imaji yang tajam, puisi ini mengungkapkan ketidakpastian dan penderitaan yang dialami oleh penulis serta mempertanyakan arti sejati dari rumah, kebebasan, dan mimpi.
Tema dan Makna
Puisi ini mengangkat tema sentral tentang kesedihan, pencarian makna hidup, dan kegagalan dalam mencapai impian. Dalam fragmen-fragmen puisi, penulis menggambarkan perjalanan panjang yang penuh dengan penderitaan dan kehilangan, serta perjuangan melawan berbagai tantangan dalam hidup.
"Senja-kehidupan tambah mendekat" membuka puisi dengan citra waktu dan perjalanan yang menandai akhir dari suatu fase. Senja di sini melambangkan akhir dari perjalanan dan refleksi mendalam tentang hidup yang telah dijalani. Frasa "kaki terasa penat" dan "hati gelisah ingin berteduh" menunjukkan kelelahan dan kebutuhan akan istirahat setelah melewati berbagai rintangan.
Simbolisme dan Imaji
Puisi ini kaya akan simbolisme, dengan penggunaan hewan dan elemen alam sebagai metafora untuk menggambarkan keadaan batin dan kondisi sosial. Burung yang "selalu sibuk membuat sarang" menjadi simbol dari ketidakmampuan untuk memahami atau merasakan rumah, sementara "elang laut dan rajawali" mewakili kebebasan dan ambisi yang tinggi.
Kehidupan yang digambarkan sebagai "tahun-tahun celaka" yang diwarnai dengan perang, fasisme, dan perpecahan menunjukkan betapa beratnya beban sejarah yang harus ditanggung oleh penulis. Simbol-simbol seperti "lampu-lampu gemerlap" dan "angin berembus" menciptakan gambaran visual dan emosional yang menonjolkan rasa kehilangan dan kesepian.
Gaya Bahasa dan Struktur
Gaya bahasa dalam puisi ini sangat kuat dan ekspresif, dengan penggunaan kalimat-kalimat panjang yang menceritakan pengalaman dan refleksi penulis. Penggunaan repetisi, seperti dalam frasa "aku tak punya rumah" dan "aku tak mengerti tentang rumah," menekankan perasaan kehilangan dan kebingungan penulis mengenai konsep rumah dan tempat tinggal.
Bahasa yang digunakan dalam puisi ini tidak hanya mendalam tetapi juga memiliki nuansa melankolis, mencerminkan kegalauan dan ketidakpastian yang dirasakan penulis. Penulis juga memanfaatkan bahasa yang bersifat naratif dan reflektif untuk menyampaikan kompleksitas emosi dan pemikirannya tentang sejarah dan identitas.
Refleksi Sejarah dan Identitas
Puisi ini secara jelas mencerminkan perasaan penulis tentang sejarah dan dampaknya terhadap individu. Penulis merenungkan pengalaman pribadi dan kolektif dalam konteks sejarah yang lebih luas, seperti penjajahan, perang, dan perjuangan sosial. Pengalaman-pengalaman ini membentuk pandangan penulis tentang dunia dan menambah rasa kesadaran akan kerapuhan dan ketidakpastian.
Penulis juga mengkritik keadaan sosial dan politik, mengungkapkan kekecewaan terhadap mimpi-mimpi yang tidak terpenuhi dan ketidakadilan yang dialami. Konteks sejarah yang disampaikan dalam puisi ini berfungsi sebagai latar belakang untuk refleksi pribadi tentang hidup dan perjuangan.
Puisi "Dalam Senja-Kehidupan Tambah Mendekat" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang menggugah pemikiran dan perasaan, menawarkan pandangan mendalam tentang perjalanan hidup dan refleksi sejarah. Dengan bahasa yang kuat dan imagery yang vivid, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari rumah, kebebasan, dan mimpi dalam konteks kehidupan yang penuh tantangan.
Melalui narasi dan simbolisme yang kaya, puisi ini mencerminkan kompleksitas emosi dan pengalaman penulis, serta memberikan wawasan tentang bagaimana sejarah dan pengalaman pribadi membentuk identitas dan pandangan hidup. Puisi "Dalam Senja-Kehidupan Tambah Mendekat" adalah sebuah karya yang tidak hanya menceritakan kisah individu tetapi juga menggambarkan perjalanan universal manusia dalam mencari makna dan tempat di dunia.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.