Puisi: Cipasung (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Cipasung" karya Acep Zamzam Noor menggambarkan hubungan manusia dengan alam, pengorbanan petani, serta pertumbuhan dan pembelajaran dalam ....
Cipasung (3)


Di lengkung alis matamu sawah-sawah menguning
Seperti rambutku padi-padi semakin merundukkan diri
Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Cangkulku iman dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup
Dan surauku terbakar kesunyian yang dinyalakan rindu

Aku semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
Segala tumbuhan dan pohonan membuahkan pahala segar
Bagi pagar-pagar bambu yang dibangun keimananku
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu

Hari esok adalah perjalananku sebagai petani
Membuka ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
Pahamilah jalan ketiadaan yang semakin ada ini
Dunia telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
Tanpa ketam masih ingin kupanen kesabaranmu yang lain
Atas sajadah lumpur aku tersungkur dan terkubur


1989

Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004)

Analisis Puisi:
Puisi "Cipasung" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keterhubungan antara manusia dengan alam, pengorbanan, dan pertumbuhan dalam konteks kehidupan seorang petani. Puisi ini melibatkan unsur alam dan religius dalam merangkai gambaran perasaan dan pengalaman yang mendalam.

Hubungan Manusia dengan Alam: Puisi ini membuka dengan gambaran "lengkung alis matamu" yang menghubungkan ekspresi wajah dengan alam, khususnya sawah. Penyair menggunakan gambaran ini untuk menggambarkan keintiman antara manusia dan alam, mengaitkan rambut dan padi, serta hati dan cangkul. Ini menciptakan gambaran tentang hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan alamnya.

Pengorbanan dan Ketaatan: Puisi ini mencerminkan pengorbanan dan ketaatan seorang petani dalam menjalani hidupnya. Cangkul dan sajadah mewakili dua aspek penting: kerja keras dan ibadah. Penyair mengaitkan ketaatan beribadah dengan cangkul sebagai alat penggalian iman. Ini menggambarkan betapa pentingnya kerja keras dan keimanan dalam hidup petani.

Ujian: Dalam puisi ini, langit diibaratkan sebagai "yang menguji ibadahku" dan menghasilkan "cahaya redup." Ini mencerminkan pandangan tentang ujian dan kesulitan dalam hidup sebagai bagian dari proses pertumbuhan spiritual. Surau yang terbakar oleh kesunyian merujuk pada pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai kedamaian dan kesucian hati.

Harapan dan Pemurnian: Penyair menciptakan gambaran harapan dan perubahan positif melalui gambaran padi dan tumbuhan yang berbuah pahala. Puisi ini mencerminkan aspirasi manusia untuk mencapai kesucian dan kebaikan melalui perbuatan dan pengorbanan. Pahala ini muncul dalam bentuk pagar-pagar bambu yang membentuk keyakinan dan perlindungan.

Pesan Keabadian: Puisi ini menggambarkan petani sebagai pelaku yang memiliki pandangan luas tentang kehidupan. Meskipun proses pertanian sementara dan berulang, penyair mengingatkan akan pentingnya memahami hakikat dan arti dalam setiap perjalanan. Dengan menciptakan gambaran tentang lahan-lahan amal dan kesabaran yang berulang, penyair menyampaikan pesan tentang nilai dan makna dalam pengorbanan.

Puisi "Cipasung" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam, pengorbanan petani, serta pertumbuhan dan pembelajaran dalam kehidupan. Melalui simbolisme alam dan religius, penyair merangkai gambaran tentang kerja keras, ketaatan, pengorbanan, dan aspirasi manusia untuk mencapai pemurnian dan keabadian. Puisi ini menunjukkan keindahan dan makna yang muncul dalam keterhubungan manusia dengan alam dan spiritualitas.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Cipasung
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Setelah SaljuBuat Tomoko TominagaSetelah salju, langit seperti berlepasanDi antara gumpalan awan yang mengambangSerta matahari musim dingin yang gemetarAku tak bisa menyapamu denga…
  • Lagu HujanVersi majalah Horison (Februari, 1984)dan pagi menggeliatbumi kuyupmalaikat kecil menyanyikanlagu natalmu. Bunga-bunga terang di rambutnyadi kejauhan bukit membiru (dalam…
  • Roma, Akhir 1991 (1)Janganlah mengerang untukku di musim dingin iniSebab aku tak menjadi lebih gila tanpa mantel tebalAtau tanpa alat pemanas di kamar. Kudengar letusan-letusanSepe…
  • Sebuah LaguSebuah lagu mengalunMengantarkan pada sepi iniBarangkali kaulah yang bersenandungDan menyeretku ke hutan puisiSebuah senyum terkulumTelah membangkitkan rindukuBarangkali…
  • Masih buat Ria SoemartaSerasa dunia menghijau seketika, berbukit-bukitMenyejukkan pandang bagi hatiku yang mulai bangkitSerasa dunia menghampar di depan mata, betapa luasnyaKarena …
  • Lagu MurniVersi buku Menjadi Penyair Lagi (2007)Sunyi pun menyeru dalam gelas rinduKita di sini, menating kesementaraan waktuHari-hari pun luruh, menimbun tanah usiaKian tenggelam:…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.