Aku Menuntut Perubahan
Seratus lobang kakus
lebih berarti bagiku
ketimbang mulut besarmu
Tak penting
siapa yang menang nanti
sudah bosen kami
dengan model urip kayak gini
ngising bingung, hujan bocor
kami tidak butuh mantra
jampi-jampi
atau janji
atau sekarung beras
dari godang makanan kamu majikan
tak bisa menghapus kemlaratan
belas kasihan dan derma baju bekas
tak bisa menolong kami
Kami tak percaya lagi pada itu
partai politik
omongan kerja mereka
tak bisa bikin perut kenyang
mengawang jauh dari kami
punya persoalan
bubarkan saja itu komidi gombal,
kami ingin tidur pulas
utang lunas
betul-betul merdeka
tidak tertekan
kami sudah bosen
dengan model urip kayak gini
tegasnya:
aku menuntut perubahan
9 April 1992
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Menuntut Perubahan" adalah salah satu karya sastra yang penuh makna dari penyair terkenal Indonesia, Wiji Thukul. Dalam puisi ini, Thukul menyuarakan aspirasinya atas perubahan sosial dan kondisi kehidupan yang lebih baik.
Simbolisme "Seratus Lobang Kakus": Puisi ini dimulai dengan penggunaan simbolisme yang kuat dengan "Seratus lobang kakus lebih berarti bagiku ketimbang mulut besarmu." Lobang kakus di sini dapat diartikan sebagai representasi dari kondisi hidup yang sulit, sementara "mulut besarmu" mungkin mengacu pada penguasa atau elit yang berbicara banyak tetapi tidak melakukan banyak hal. Thukul mengungkapkan bahwa kondisi yang sulit lebih penting baginya daripada janji kosong yang datang dari mulut pemimpin.
Ketidakpuasan Terhadap Model Hidup Saat Ini: Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan penyair terhadap model kehidupan yang ada saat itu. Thukul merasa bosan dengan pola hidup yang tidak memberikan solusi nyata bagi rakyat kecil. Ketidakpuasannya ditunjukkan oleh istilah "ngising bingung, hujan bocor," yang menggambarkan kondisi yang sulit dan tidak adanya perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka.
Ketidakpercayaan Terhadap Partai Politik dan Janji Pemimpin: Thukul menyatakan ketidakpercayaannya terhadap partai politik dan janji pemimpin. Ia merasa bahwa partai politik dan omongan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyat seperti makanan dan tempat tinggal. Pemimpin yang hanya berjanji tanpa tindakan konkret tidak akan bisa membuat perubahan yang dibutuhkan.
Tuntutan Perubahan: Puisi ini mencapai puncaknya dengan deklarasi tegas, "aku menuntut perubahan." Thukul dengan lugas menyampaikan pesannya bahwa perubahan adalah kebutuhan mendesak. Ia dan rakyatnya ingin tidur dengan nyaman, lunas dari utang, dan merasa benar-benar merdeka tanpa tekanan dari kondisi hidup yang sulit.
Pemanggilan untuk Kesadaran Sosial: Puisi ini juga mencoba memanggil kesadaran sosial. Thukul mengingatkan masyarakat untuk tidak lagi percaya pada janji-janji kosong dan meminta mereka untuk bersatu dan menuntut perubahan yang mereka inginkan.
Puisi "Aku Menuntut Perubahan" adalah sebuah karya sastra yang kuat yang mencerminkan perasaan ketidakpuasan dan aspirasi perubahan dari penyairnya. Thukul menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menyuarakan harapan dan keinginan rakyat kecil akan kondisi hidup yang lebih baik. Puisi ini adalah sebuah panggilan untuk kesadaran sosial dan tindakan yang lebih baik dalam mencapai perubahan yang diinginkan.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).