Puisi: Hari-Hari Penanggungan (Karya Djamil Suherman)

Puisi "Hari-Hari Penanggungan" karya Djamil Suherman menawarkan refleksi mendalam tentang penyesalan, kehilangan, dan panggilan untuk kembali ke ...
Hari-Hari Penanggungan

Bayang-bayang yang berpaut cahaya senja
Tiarap atas bumi dan meratap
Matahari sebentar kehilangan merahnya

Sekiranya bumi ini hendak padam
Padamlah hati
Seluruh hidup makin jadi berkurang
Makin dekat kepisahan cinta dari hati
Makin jauh perjalanan buat yang pergi

Kawan, yakinlah akan kehitaman malam
Seluruh perjalanan akan kehilangan kiblat

Kembalilah sebelum terbenam
Bapak-bapak yang durhaka
Jangan tunda sampai esok tiba
Kita tidak tahu kemauan malam

Surabaya, Desember 1953

Sumber: Nafiri (1983)

Analisis Puisi:

Puisi "Hari-Hari Penanggungan" karya Djamil Suherman menawarkan refleksi mendalam tentang penyesalan, kehilangan, dan panggilan untuk kembali ke jalan yang benar. Dengan penggunaan simbolisme yang kuat dan bahasa yang puitis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan hidup dan hubungan manusia.

Struktur dan Tema

Puisi ini terdiri dari empat bait dengan gaya penulisan yang menggunakan simbolisme dan bahasa yang metaforis untuk menyampaikan pesan. Struktur puisi ini menyoroti kontras antara cahaya dan kegelapan, serta panggilan untuk kembali sebelum terlambat.

Kegelapan dan Penyesalan

  • Bayang-Bayang dan Cahaya Senja: "Bayang-bayang yang berpaut cahaya senja / Tiarap atas bumi dan meratap" menggambarkan transisi dari cahaya ke kegelapan, serta perasaan penyesalan dan kesedihan yang menyertainya. Bayang-bayang di sini melambangkan kehilangan dan keraguan yang merayapi hidup manusia saat waktu semakin gelap.
  • Matahari Kehilangan Merahnya: "Matahari sebentar kehilangan merahnya" mengindikasikan akhir dari periode kemeriahan dan kehangatan, serta pergeseran menuju kegelapan dan dingin. Ini mencerminkan perubahan dalam situasi emosional atau spiritual, yang membawa perasaan kehilangan.

Penyesalan dan Keterasingan

  • Padamnya Hati dan Kehilangan Cinta: "Sekiranya bumi ini hendak padam / Padamlah hati" menyiratkan bahwa jika segala sesuatu di sekitar kita mengalami kehampaan, maka hati kita juga akan turut padam. Ini menunjukkan betapa dalamnya dampak dari kehilangan dan penyesalan terhadap kehidupan emosional seseorang.
  • Perjalanan dan Panggilan untuk Kembali: "Makin dekat kepisahan cinta dari hati / Makin jauh perjalanan buat yang pergi" menggambarkan semakin besar jarak emosional antara individu dan cinta yang hilang, serta bagaimana perjalanan hidup menjadi semakin sulit ketika jauh dari apa yang dicintai.

Kegelapan Malam dan Panggilan untuk Kembali

  • Kegelapan Malam sebagai Simbol: "Kawan, yakinlah akan kehitaman malam / Seluruh perjalanan akan kehilangan kiblat" menunjukkan kegelapan malam sebagai simbol dari kebingungan dan kehilangan arah. Dalam situasi ini, tanpa panduan atau arah yang jelas, perjalanan hidup bisa menjadi penuh kesulitan dan ketidakpastian.
  • Panggilan untuk Kembali: "Kembalilah sebelum terbenam / Bapak-bapak yang durhaka" adalah panggilan mendalam untuk kembali ke jalan yang benar sebelum terlambat. Penulis mengingatkan bahwa waktu untuk memperbaiki kesalahan dan kembali ke jalan yang benar adalah terbatas, dan penundaan bisa berakibat fatal.

Simbolisme dan Makna

  • Cahaya Senja dan Kegelapan Malam: Cahaya senja melambangkan akhir dari periode kemeriahan dan kehangatan, sementara kegelapan malam menggambarkan ketidakpastian dan kesedihan yang menyertai akhir tersebut. Perubahan dari cahaya ke kegelapan mencerminkan pergeseran dalam keadaan emosional atau spiritual.
  • Padamnya Hati: Hati yang padam menunjukkan kehilangan cinta dan kehangatan emosional, menggarisbawahi betapa pentingnya cinta dan koneksi dalam kehidupan manusia.
  • Kembalinya Kepada Jalan yang Benar: Panggilan untuk kembali sebelum terlambat menyoroti pentingnya introspeksi dan perbaikan diri. Ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya membuat perubahan sebelum kesempatan hilang.

Refleksi dan Kesadaran

Puisi "Hari-Hari Penanggungan" mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan hidup mereka, penyesalan, dan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Dengan simbolisme yang kuat dan panggilan untuk kembali ke jalan yang benar, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghadapi kesalahan, mengakui penyesalan, dan mengambil langkah untuk memperbaiki diri sebelum waktu habis.

Puisi "Hari-Hari Penanggungan" karya Djamil Suherman adalah karya yang penuh dengan refleksi tentang kegelapan, penyesalan, dan panggilan untuk kembali ke jalan yang benar. Melalui simbolisme cahaya dan kegelapan, serta bahasa yang metaforis, puisi ini menggambarkan perjalanan emosional dan spiritual manusia. Dengan gaya penulisan yang puitis dan introspektif, Djamil Suherman berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya introspeksi dan kesempatan untuk memperbaiki diri dalam menghadapi kegelapan dan kehilangan.

Puisi: Hari-hari Penanggungan
Puisi: Hari-Hari Penanggungan
Karya: Djamil Suherman

Biodata Djamil Suherman:
  • Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
  • Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
  • Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.