Dengarkan Aku Bertembang!
Dari mercu pertapaanku,
Kulagukan laguan rindu,
Sebab ta' betah menahan sepi,
Dalam kuil pertapaanku.
Dengarkan aku bertembang,
Lukisan rindu di hati,
Ingin 'kan sama terbang,
Menyertai pergaulan wati.
.........................
Sejurus kemudian ....
Mendengunglah nyanyianku,
Keluh kesahku selalu waktu
Dari kesunyian
Kuil pertapaanku ....
O, dengar, dengarlah!
Jika ta' pendengar biarlah!
O, tuan, aku cuma mengeluh ....
Sumber: Panji Pustaka (20 Januari 1933)
Analisis Puisi:
Puisi "Dengarkan Aku Bertembang!" karya A. Damhoeri menghadirkan gambaran suasana hati seorang pertapa yang merindukan kehadiran dan pendengarannya di dalam tempat pertapaannya. Melalui nada-nada kesunyian dan keinginan untuk bersama, penyair menciptakan narasi yang kaya akan emosi dan kebutuhan akan kehadiran orang lain.
Mercu Pertapaan dan Lagu Rindu: Puisi ini dimulai dengan gambaran "mercunya pertapaan" yang menjadi tempat di mana penyair bertapa. Kata-kata ini menciptakan atmosfer keheningan dan ketenangan yang menjadi latar belakang bagi pengungkapan perasaan. Lagu rindu yang dinyanyikan oleh penyair menunjukkan kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan yang terpendam di dalam hati.
Penahanan Sepi di Kuil Pertapaan: Penyair menyatakan bahwa ia "ta' betah menahan sepi dalam kuil pertapaan." Ini menciptakan gambaran kesendirian dan keheningan yang mungkin menghiasi kehidupan pertapa, yang di sana ia merasa tidak betah. Kuil pertapaan menjadi tempat di mana penyair merenungkan kehidupannya dan merindukan kehadiran.
Bertembang dan Lukisan Rindu di Hati: Dengan mengajak orang untuk "mendengarkan aku bertembang," penyair menyampaikan keinginannya untuk menyampaikan lagu dan perasaannya kepada dunia. Lukisan rindu di hati menciptakan imaji mengenai keindahan dan kekompleksan perasaan yang ingin disampaikan penyair melalui lagu.
Keinginan untuk Sama Terbang dan Menyertai Pergaulan: Penyair menyatakan keinginannya untuk "sama terbang" dan "menyertai pergaulan wati." Ini menunjukkan dorongan untuk terlibat dalam kehidupan sosial, mengatasi kesendirian, dan merasakan kebersamaan dengan perempuan. Pergaulan di sini dapat diartikan sebagai keinginan untuk terlibat dalam dinamika sosial dan hubungan interpersonal.
Keluhan dan Nyanyian dari Kesunyian: Puisi berlanjut dengan penggambaran keluhan dan nyanyian penyair. Keluh kesah yang diungkapkan mencerminkan beban emosional dan keinginan untuk membagikan pengalaman hidup. Nyanyian dari kesunyian menjadi cara penyair menyampaikan ekspresi dirinya dan memperkuat rasa kehampaan yang dirasakannya.
Kesunyian dalam Kuil Pertapaan dan Panggilan Pendengar: Penyair menjelaskan kesunyian yang mengelilingi "kuil pertapaanku" dan menyampaikan panggilan kepada pendengar. Panggilan ini mencerminkan keinginan penyair untuk didengar dan dipahami oleh orang lain. Meskipun dalam keheningan, ada suara yang ingin diungkapkan.
Keluhan sebagai Ungkapan Kekecewaan dan Rasa Terasing: Puisi mengekspresikan kekecewaan dan rasa terasing penyair melalui keluhan yang diutarakan. Ini menjadi jendela emosional yang memberikan wawasan tentang perasaan dalam pertapaan yang seharusnya menjadi tempat penuh hikmat dan kedamaian.
Puisi "Dengarkan Aku Bertembang!" adalah puisi yang merangkum rindu, kehampaan, dan keinginan untuk berkomunikasi. Dengan bahasa yang indah dan simbolis, penyair berhasil menyampaikan kompleksitas perasaannya di dalam kuil pertapaan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, keberadaan, dan keinginan manusia untuk bersama dan diakui.
Puisi: Dengarkan Aku Bertembang!
Karya: A. Damhoeri
Biodata A. Damhoeri:
- A. Damhoeri (atau Ahmad Damhoeri) lahir di Batu Payung, Payakumbuh, Sumatra Barat, pada tanggal 31 Agustus 1915.
- A. Damhoeri meninggal dunia di Jorong Lurah Bukik, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat, pada tanggal 6 Oktober 2000 (pada usia 85 tahun).