Puisi: Sajak Memandang Bulan (Karya Ajamuddin Tifani)

Puisi "Sajak Memandang Bulan" bukan hanya sekadar deskripsi tentang pemandangan bulan, melainkan juga sebuah refleksi tentang kehidupan, ...
Sajak Memandang Bulan
bagi LF

pandangi bulan saja, anakku
yang sebagian nampak di lobang atap rumah petak ini
ia tersenyum padamu, dengan salam yang aneh
dan harum segenggam nasi

dan pandangilah bulan saja, anakku
sebab bagi kita sendiri keindahan itu
dan hanya untuk kita ia bersinar
hidup itu indah anakku
pandangilah bulan saja
kemegahan cakrawala

dan pandangilah bulan saja, anakku
malam ini
sebab matahari bukan kita punya
apalagi besok hari

dan pandangilah bulan saja, anakku
kerajaan emas bagi anak-anak lainnya
yang kehilangan matahari dalam hidupnya

pandangilah bulan saja, anakku
yang menyepuh mimpi-mimpi kita
hidupmu emas, hidup kita semesta!

Sumber: Horison (November, 1985)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak Memandang Bulan" karya Ajamuddin Tifani adalah sebuah karya yang memancarkan keintiman dan keindahan dalam pandangan terhadap bulan.

Keintiman Ayah-Anak: Puisi ini mengekspresikan momen keintiman antara seorang ayah dan anaknya. Ayah mengajak anaknya untuk memandang bulan, menyampaikan pesan tentang keindahan, harapan, dan kerendahan hati melalui gambaran bulan.

Simbolisme Bulan: Bulan digambarkan sebagai simbol keindahan dan ketenangan. Ia muncul sebagai sumber inspirasi dan keajaiban, serta menggambarkan keagungan alam semesta. Pandangan bulan juga memberi harapan dan kebijaksanaan kepada anak-anak yang mengalaminya.

Kehidupan yang Indah: Puisi ini mengajak pembaca untuk menghargai keindahan kehidupan, meskipun sederhana seperti memandang bulan. Pesan ini memberikan sentuhan optimisme dan apresiasi terhadap kehidupan sehari-hari yang seringkali diabaikan.

Kehilangan dan Kekuatan: Puisi ini juga mencerminkan rasa kehilangan, di mana anak-anak yang "kehilangan matahari dalam hidupnya" melihat bulan sebagai gantinya. Namun, bulan di sini bukan sekadar pengganti, melainkan sumber kekuatan dan kebijaksanaan.

Bahasa Simpel dan Mendalam: Puisi ini menggunakan bahasa sederhana namun sarat makna. Kata-kata yang dipilih dengan cermat membawa pembaca pada perjalanan emosional yang dalam, menggambarkan ikatan batin antara ayah dan anak.

Dengan demikian, puisi "Sajak Memandang Bulan" bukan hanya sekadar deskripsi tentang pemandangan bulan, melainkan juga sebuah refleksi tentang kehidupan, kehilangan, keindahan, dan harapan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung dan menghargai momen-momen sederhana yang seringkali menjadi sumber kebahagiaan dan inspirasi dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi: Sajak Memandang Bulan
Puisi: Sajak Memandang Bulan
Karya: Ajamuddin Tifani

Biodata Ajamuddin Tifani:
  • Ajamuddin Tifani lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 23 September 1951.
  • Ajamuddin Tifani meninggal dunia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 6 Mei 2002.
© Sepenuhnya. All rights reserved.