Rakyat Perah
tiba lagi saatnya para komplotan
pemerah dan penunggang itu datang.
mereka berpawai menguasai jalanan
dan bergerombol memenuhi lapangan.
mereka datang bergemuruh sekali lima
tahun, seperti wabah berkala. mereka
membujuk kami agar kami pilih jadi penguasa.
mereka beri banyak janji, dan selalu saja
kami percaya.
"pilihlah kami, pilihlah kami!" kata
mereka sambil mengacungkan tanda
gambar ke wajah kami dan menyihir kami
jadi pengikut. kami pun berubah jadi sapi
atau kuda.
kami kini adalah perahan
dan tunggangan. tapi tak akan
mereka dengar lenguh keluh kami, tak
akan mereka dengar ringkik
rintih kami.
kamilah bangsa sapi dan kuda
yang paling setia di dunia.
"keadilan dan kesejahteraan ada
di tangan kami!" kata mereka
ramah: wajahnya bersih matanya
jernih, tanduknya gagah taringnya
putih.
kami pun memilih mereka:
para pemimpin yang agung, junjungan
kami yang selalu jujur dan benar.
kami tahu semua janjinya
tulus dan ikhlas: murni keluar dari lubuk
duburnya yang paling dalam.
2003
Analisis Puisi:
Puisi "Rakyat Perah" karya Aslan Abidin adalah sebuah kritik sosial yang lugas dan tajam terhadap praktik politik yang berlangsung di negeri ini. Melalui diksi satir, penyair menyoroti hubungan antara rakyat dan penguasa yang dibangun di atas kebohongan, janji kosong, serta eksploitasi.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kritik politik dan penderitaan rakyat. Aslan Abidin menyoroti siklus lima tahunan pemilu, di mana rakyat dijadikan objek manipulasi oleh para penguasa yang hanya datang untuk meminta dukungan lalu melupakan janji mereka.
Puisi ini bercerita tentang rakyat yang terus menerus diperdaya oleh penguasa. Setiap lima tahun, para politikus datang dengan wajah ramah dan janji manis, meminta dipilih menjadi pemimpin. Rakyat percaya, tetapi setelah itu mereka justru diperlakukan seperti hewan ternak — “sapi” dan “kuda” yang hanya diperah dan ditunggangi, tanpa pernah didengar keluhannya.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa politik sering kali menjadi alat eksploitasi terhadap rakyat. Para pemimpin hanya memanfaatkan kepercayaan rakyat untuk kepentingan mereka sendiri. Janji-janji yang terdengar manis hanyalah kebohongan yang keluar dari “lubuk duburnya yang paling dalam”, sebuah metafora tajam untuk menyingkap kepalsuan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini penuh dengan sindiran, satir, dan getir. Ada rasa kecewa mendalam sekaligus keputusasaan, namun dibalut dengan humor gelap (dark satire) yang membuat kritik terasa pedas sekaligus ironis.
Amanat / pesan yang disampaikan
Amanat yang dapat ditangkap adalah bahwa rakyat harus lebih sadar, kritis, dan tidak mudah diperdaya oleh janji politikus. Kepercayaan yang diberikan rakyat tidak boleh dimanfaatkan untuk menindas mereka. Puisi ini juga mengingatkan agar masyarakat berani bersuara dan tidak hanya menjadi “perahan dan tunggangan” para penguasa.
Imaji
Puisi ini menampilkan imaji yang kuat:
- Imaji visual: keramaian kampanye, gambar para kandidat, pawai lima tahunan yang digambarkan seperti “wabah berkala”.
- Imaji pendengaran: seruan “pilihlah kami, pilihlah kami!”, lenguh sapi, ringkik kuda.
- Imaji rasa: kekecewaan, sakit hati, dan perasaan dieksploitasi.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: rakyat diibaratkan sebagai sapi dan kuda yang hanya diperah dan ditunggangi.
- Satire: kritik tajam terhadap politisi yang munafik, dengan humor gelap.
- Personifikasi: janji-janji politik digambarkan “murni keluar dari lubuk duburnya yang paling dalam”, sebuah hiperbola sekaligus ironi yang menyentil keras.
- Repetisi: pengulangan kata “pilihlah kami” menegaskan pola rayuan politisi yang berulang-ulang.
Puisi "Rakyat Perah" karya Aslan Abidin adalah potret getir hubungan rakyat dan penguasa. Dengan gaya satir yang tajam, penyair berhasil mengungkap bagaimana rakyat diperlakukan sebagai objek eksploitasi politik. Melalui simbol sapi dan kuda, puisi ini menyindir sekaligus memperingatkan rakyat agar tidak lagi terjebak dalam siklus manipulasi.
Puisi: Rakyat Perah
Karya: Aslan Abidin
Biodata Aslan Abidin:
- Aslan Abidin lahir pada tanggal 31 Mei 1972 di Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.