Mengetuk Pintu Rumah Malam
baru saja kuketuk pintu yang berornamen tubuhmu
angin mendorong hutan-hutan dengan pepohonan langka
wajahmu dingin tersaput sisa-sisa hujan sore
menimbang-nimbang hitungan debar jantung yang terkirim
dari jendela-jendela di Attakae
kerjap matamu masih menuliskan belibis yang terbang
di pinggir-pinggir danau dengan kabut tipis di permukaan senja
tapi malam telah menawarkan gerakan angin yang bimbang
sementara ranting di dadamu telah kupatah tanpa sengaja
di rumah malam kubuka pintu-pintu sangat lebar
biar kukembalikan bintang-bintang atau sisa hujan sore tadi
agar kedua tanganmu memelukku tanpa gemetar
seperti belibis-belibis yang mengajak mandi
di pinggir-pinggir danau
sebelum musim memanggil kemarau
kuketuk pintu rumah malammu
sebelum di rahimmu antara sepi dan gerimis bertemu.