Puisi: Menerbangi Maghrib (Karya Ajamuddin Tifani)

Puisi: Menerbangi Maghrib Karya: Ajamuddin Tifani
Menerbangi Maghrib


merangkak di atas bukit kenyataan
menatap pedih burung lepas senja
apa yang kauturuni
setelah puncak yang terjejaki darah hatimu ini
di lembah padi menguning, tapi lapar menggulung tegalan
begitu berahi dendam keputusasaan melibas kesabaran
menyerahlah sebentar, sebab kita akan mengepungnya dengan doa

sesuatu yang tampak naif dan tak begitu berdaya
karena ‘bukankah ini tangannya yang melempar
bukan tangan kita’?

aku mengingatnya di rumput, di batu, di debu
bawah tubuh-tubuh kita adalah perlawanan itu sendiri
ingatlah kami, sebelum doa berubah menjadi kutukan
mengubah impian jadi perlawanan


Puisi: Menerbangi Maghrib
Puisi: Menerbangi Maghrib
Karya: Ajamuddin Tifani

Biodata Ajamuddin Tifani:
  • Ajamuddin Tifani lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 23 September 1951.
  • Ajamuddin Tifani meninggal dunia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 6 Mei 2002.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Orang Terasing— kepada nrldi depan!ombak itu menelan lautbiar!kita berkayuh kapal di langitbintang memang!tetapi kapal-kapal di kepala yang minta tanahpelayaran lapar apa!kelamin t…
  • Setelah Pemakamanseusai segalanya lengkapdan senja berubah menjadi gelapcuaca pun kelam terselenggaraduka meraja di kalbu kitadi rumah ini tidak ada lagi tawamukau telah berangkat …
  • Aku BertanyaAku bertanya siapa yang sebenarnya gerimisMendung di luar, hati kita, atau Tuhan di dalamnya(Kau tak menyahut). Itulah celakanya!Jawablah sekedarnya barang sepotong kat…
  • Dari Kamal ke Kaliangetuntuk Hadimasih ada sisa sepatuyang dulu menginjak kaki kakek sampai berdarahtapi pulaubersama lalat dan langautelah melipat buku sejarahsepanjang jalandari …
  • Tuntutanaku pernah percaya pada batumaka kuasah tandukkulaut bersenggak jauh di sanamempertahankan warna birunyabukan aku memilih temantapi prasasti dan dongengtelah rancu dalam ng…
  • Kau BertanyaKau bertanya siapa yang berdiri di belakang hujanyang menderas dan menggemakan suara-suara(Setidaknya dalam hati kita diam-diam merasa. Ada yangselalu bersikap tak perc…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.