Lautan Malam
lihatlah nganga lautan malam dan deru nafas mabuknya
melahap daratan mimpiku, dan mengunyahnya lumat
tak cukup seribu syair meredakan rindu punggukku
pada bulanmu; nanar pandangnya menatap waktu
detik yang melaju berlayar di angin, mengiris sepi demi sepi
melintasi jantung mimpi kecemasanku; hidup tak mampu
menggenapi ratapannya
seperti yang sudah-sudah, tercelup lagi ia
dalam limbur cahaya malam; seperti yang sudah-sudah pun
pulang ia ke sangkarnya di hatiku yang rapuh ini, kekasih
kuseru sekalian kesunyian malam untuk dahaganya
setelah hari serasa permulaan lagi untuk merdeka:
“Malam itu adalah kesejahteraan sampai pagi tiba”
duh, bersama bayang-bayang malam
kudendangkan rubayat bulan terluka dan benua-benua kelam
masih pingsan dari kemanusiaannya
dan bidukku mulai berlayar di lunas malam
sungguh, tak cukup seribu biduk melayari laut malammu
tapi, tak cukup seribu syair meredakan rindu punggukku