Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Kuhadang Matahari (Karya Darman Moenir)

Puisi "Kuhadang Matahari" karya Darman Moenir menggambarkan refleksi mendalam terhadap hubungan antara manusia dengan alam, serta perasaan ...
Kuhadang Matahari

kuhadang matahari
karena hari seperti ini juga
lihatlah bayang-bayang kita yang kian paniang
seperti menghapus jejak yang tak ada kita tinggalkan

kuhadang matahari karena tidak juga berkabar
seperti kau dahulu ada bertanya, "kata siapa?"
dan bila matahari telah bertanya pula seperti itu
ke mana mata kita pandangkan lagi
sementara hari larut, senja pun susut

1975

Sumber: Horison (Mei, 1977)

Analisis Puisi:

Puisi "Kuhadang Matahari" karya Darman Moenir adalah sebuah karya yang menggambarkan refleksi mendalam terhadap hubungan antara manusia dengan alam, serta perasaan kehilangan dan kesepian. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arti kehadiran dan pergantian waktu.

Tema Sentral

  • Refleksi atas Kehidupan: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia di tengah perubahan alam dan waktu. Matahari, sebagai simbol kehidupan dan keberlangsungan, digambarkan sebagai objek pengamatan utama dalam puisi ini. Proses menghadang matahari secara metaforis mencerminkan usaha untuk memahami dan menerima perubahan yang tak terelakkan dalam hidup.
  • Kehilangan dan Kesepian: Terdapat nuansa kehilangan dan kesepian yang mengalir dalam puisi ini. Bayang-bayang yang "menghapus jejak yang tak ada kita tinggalkan" menunjukkan perasaan sepi dan kehilangan akan sesuatu yang sudah lewat. Pertanyaan retoris seperti "kata siapa?" dan refleksi tentang "ke mana mata kita pandangkan lagi" menggambarkan pencarian makna dan arah dalam kehidupan yang terus berubah.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Bahasa Simbolis: Darman Moenir menggunakan bahasa simbolis untuk menggambarkan pemikiran dan perasaan yang mendalam. Matahari tidak hanya menjadi objek fisik dalam puisi ini, tetapi juga melambangkan keberadaan, pertanyaan-pertanyaan esensial tentang hidup, dan perasaan manusia terhadap waktu dan keberadaannya.
  • Struktur yang Reflektif: Puisi ini memiliki struktur yang reflektif dan introspektif. Dengan menggunakan kalimat-kalimat yang singkat namun penuh makna, puisi ini membangun atmosfer kesendirian dan kehampaan yang mendalam. Penggunaan metafora dan retorika memperkuat nuansa emosional dalam karya ini.

Interpretasi dan Makna

  • Makna Kehadiran dan Kehilangan: Puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai refleksi atas kehadiran dan kehilangan dalam kehidupan manusia. Proses menghadang matahari sebagai upaya untuk menghentikan atau mempertahankan sesuatu yang sudah berlalu, mencerminkan ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan waktu dan perubahan.
  • Pertanyaan Kehidupan: Puisi ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang makna eksistensi manusia dan hubungannya dengan alam semesta. Pertanyaan "kata siapa?" dan "ke mana mata kita pandangkan lagi" menggambarkan ketidakpastian dan pencarian akan makna hidup yang sering kali bertentangan dengan kekuatan alam.
Puisi "Kuhadang Matahari" karya Darman Moenir adalah sebuah karya sastra yang mendalam dan reflektif. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keberadaan manusia di tengah perubahan alam dan waktu, serta perasaan kehilangan dan kesepian yang melingkupi kehidupan manusia. Melalui penggunaan bahasa simbolis dan struktur yang reflektif, Darman Moenir berhasil menggambarkan kompleksitas emosi dan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang muncul dalam interaksi manusia dengan alam semesta.

Puisi: Kuhadang Matahari
Puisi: Kuhadang Matahari
Karya: Darman Moenir

Biodata Darman Moenir:
  • Darman Moenir (dieja Darman Munir) lahir di Sawah Tangah, Pariangan, Tanah Datar, Sumatra Barat, pada tanggal 27 Juli 1952.
  • Darman Moenir meninggal dunia di Kota Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 30 Juli 2019 (pada usia 67 tahun).
  • Darman Moenir adalah salah satu sastrawan angkatan 1980-1990an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.