Embun
kuburu engkau dengan menapaki tanda-tanda
jejak, sambil bertiti di busur waktu
aku senantiasa terpesona padamu
tak terlalu salah bukan, untuk menjadi terompahmu
dengan pengertian yang bagaimana
aku sampai padamu
biar dengan cara yang paling hina sekali pun
kau imami kami pada sekali sholat maghrib
tiba pada salam bagi yang di langit
salam bagi yang di bumi
salam bagi yang bermukim
di antara langit dan bumi
seusai itu, engkau pun lenyap
sudah tak patut lagikah rumah ini, ya, kekasih
yang tumbuh busuk di degab jantungku
yang kubangun dari bulir darah
dan sumsumku
ah, surau yang berada di dalam hatiku
lampu pijar lamat di tanjung yang sepi itukah
dari berjuta-juta, berjuta-juta
sinyalmu, kekasih