Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Dengan Apa (Karya Ajamuddin Tifani)

Puisi "Dengan Apa" karya Ajamuddin Tifani bercerita tentang kegelisahan penyair dalam menuliskan riwayat sebuah peradilan yang tidak adil.
Dengan Apa

dengan bahasa apa yang tepat untuk kutulis riwayat ini
seekor burung perenjak yang gugup terbang, melintasi
siang
penyaksi arak-arakan suara, dan batu yang sempat
menyeka airmatanya; inilah peradilan, atas peralihan
kemuliaan menjadi kehinaan

penjarahan yang kalap, dendam berpuluh tahun dan atas
nama
lapar yang berbunga merah di mana-mana
menggila di mana-mana

lalu pembunuhan yang mengatasnamakan kezaliman
lalu darah yang menguapkan angin-anyir
tahta pun sudah ditabalkan dengan segenap dusta yang tak bermalu
ketika kasih, ketika kasih dimakzulkan amarah
lalu apa yang disuarakan hanya oleh burung perenjak?

Sumber: Tanah Perjanjian (2005)

Analisis Puisi:

Puisi "Dengan Apa" karya Ajamuddin Tifani menghadirkan renungan mendalam tentang tragedi, kekuasaan, dan suara kecil yang terpinggirkan. Penyair menggambarkan dunia yang dipenuhi penjarahan, dendam, dusta, dan darah, lalu menyisakan pertanyaan: dengan bahasa apa riwayat itu mesti ditulis? Melalui simbol seekor burung perenjak yang gugup, puisi ini memotret peralihan nilai kemuliaan menjadi kehinaan dalam kehidupan manusia.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kehancuran nilai kemanusiaan akibat kekuasaan, dendam, dan kezaliman. Penyair memperlihatkan bagaimana kemuliaan bisa terperosok menjadi kehinaan ketika dunia dikuasai nafsu lapar, penindasan, dan kebohongan.

Puisi ini bercerita tentang kegelisahan penyair dalam menuliskan riwayat sebuah peradilan yang tidak adil. Ia menghadirkan simbol seekor burung perenjak yang menjadi saksi bisu atas kehancuran moral manusia. Gambaran penjarahan, dendam yang diwariskan puluhan tahun, hingga tahta yang ditabalkan dengan dusta menunjukkan dunia yang dipenuhi kekerasan dan kebohongan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap kekuasaan yang zalim dan hilangnya nilai kasih dalam kehidupan. Burung perenjak yang hanya bisa menyuarakan kegugupan menjadi lambang suara rakyat kecil atau kebenaran yang tertindas, nyaris tak terdengar di tengah hiruk pikuk amarah dan dusta penguasa.

Selain itu, puisi ini juga menyiratkan pertanyaan eksistensial tentang peran bahasa dan sastra: apakah puisi atau tulisan mampu menjadi saksi yang jujur di tengah banjir kebohongan dan kekerasan?

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa muram, getir, dan penuh kegelisahan. Bayangan darah, dendam, dan penjarahan menimbulkan nuansa keputusasaan, sementara suara burung perenjak menghadirkan kesunyian yang kontras dengan hiruk pikuk kekerasan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah:
  • Bahasa dan karya sastra memiliki tanggung jawab moral untuk merekam kebenaran di tengah kebohongan.
  • Kekuasaan yang dibangun di atas dusta, penjarahan, dan amarah hanya membawa kehancuran.
  • Kasih sayang adalah nilai yang tidak boleh dimakzulkan, karena tanpanya kehidupan hanya menyisakan kebencian dan kehinaan.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji yang kuat:
  • “seekor burung perenjak yang gugup terbang” (imaji visual dan auditori tentang kegugupan kecil yang menyuarakan kegelisahan).
  • “lapar yang berbunga merah di mana-mana” (imaji visual sekaligus metaforis tentang penderitaan dan pertumpahan darah).
  • “darah yang menguapkan angin-anyir” (imaji penciuman yang menghadirkan nuansa mencekam).

Majas

Beberapa majas menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: batu yang “menyeka air mata” menghadirkan benda mati seolah hidup.
  • Metafora: “lapar yang berbunga merah” sebagai simbol kekerasan dan pertumpahan darah.
  • Hiperbola: “dendam berpuluh tahun” menggambarkan luka sosial yang diwariskan tanpa henti.
  • Ironi: “kemuliaan menjadi kehinaan” menekankan pergeseran nilai akibat nafsu kekuasaan.
Puisi "Dengan Apa" karya Ajamuddin Tifani adalah karya reflektif yang menggabungkan kritik sosial, tragedi kemanusiaan, dan pertanyaan filosofis tentang peran bahasa. Dengan simbol burung perenjak yang sederhana namun sarat makna, penyair mengingatkan kita bahwa kasih sayang tidak boleh dimakzulkan, dan bahwa sastra seharusnya tetap berdiri sebagai saksi kebenaran di tengah dunia yang dipenuhi dusta dan kezaliman.

Puisi: Dengan Apa
Puisi: Dengan Apa
Karya: Ajamuddin Tifani

Biodata Ajamuddin Tifani:
  • Ajamuddin Tifani lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 23 September 1951.
  • Ajamuddin Tifani meninggal dunia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tanggal 6 Mei 2002.
© Sepenuhnya. All rights reserved.