Puisi: Akik Nusakambangan (Karya Badruddin Emce)

Puisi "Akik Nusakambangan" mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai-nilai, identitas, dan makna yang lebih dalam dalam kehidupan.
Akik Nusakambangan

Inilah tetes-tetes dari tlatah yang kerap dikisahkan
dengan gundah sembunyi-sembunyi!
Lalu jin bangkai kapal tenggelam
membocorkannya saat hujan memeriahkan rasa kanak
kami.

Nyaris, di tengah sunyi pantai segara kidul
kami membuat ikatan sama sekali baru –

Tebing terjal pantai, pohon-pohon besar muncul dari dasar jurang,
Konon menyukai kelicinan kami.
Tapi nama-nama tadi segera kami ingkari dengan ndagel.

Lantas siapakah kami yang memilih batu
dengan kesungguhan? Betapa tak mungkinnya
akik sebening Kristal Waktu.

Setiap hendak nggosok keinginan, selalu,
wanita-wanita yang mengharap keuntungan
dari toko mas Pasar Gede,
membuat merasa tak pantas mengenakannya.

Melingkari jari manis ini, jika itu seuntai kata –
ah, gadis-gadis rasanya lagi menyimak warna karat
luapan air rawa.
Kami pun merasa lebih buas dari Pulebahas.
Bisa bercinta kecuali dengan memaksa.

Silakan, yang seperti itu engkau telah lama punya.
Berkali dibawa pesta!
Berkali tuk mulai kisah panjang cinta.

Kroya, 1998/2001

Sumber: Diksi Para Pendendam (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Akik Nusakambangan" karya Badruddin Emce menawarkan sebuah eksplorasi mendalam terhadap tema-tema kebudayaan, identitas, dan pengalaman hidup di Nusakambangan. Melalui bahasa yang puitis dan simbolisme yang kaya, puisi ini membawa pembaca untuk merasakan dan memahami nuansa emosional dan kultural yang terkandung di dalamnya.

Pengantar Atmosfer dan Lokasi

Puisi dimulai dengan penggambaran tentang "tetes-tetes dari tlatah yang kerap dikisahkan / dengan gundah sembunyi-sembunyi!" Ini memberikan kesan misteri dan ketidakpastian, serta menetapkan konteks geografis dan emosional. Nusakambangan, yang merupakan pulau di selatan Jawa terkenal dengan penjara dan lanskapnya yang keras, menjadi latar belakang untuk refleksi mendalam ini.

Simbolisme dan Imajinasi

  • Jin dan Kapal Tenggelam: "Lalu jin bangkai kapal tenggelam" adalah simbol dari masa lalu yang terabaikan dan kesalahan yang tidak bisa diubah. Kapal tenggelam melambangkan sesuatu yang telah gagal dan tak dapat diperbaiki, serta menyiratkan tragedi atau kehilangan yang mendalam.
  • Pantai Segara Kidul dan Tebing Terjal: "Di tengah sunyi pantai segara kidul" dan "Tebing terjal pantai" memberikan gambaran tentang lokasi yang terpencil dan penuh dengan tantangan. Pantai Segara Kidul, yang dalam budaya Jawa dianggap sebagai tempat yang misterius, memperkuat nuansa mitologis dan spiritual dari puisi ini.
  • Akik dan Kristal Waktu: Akik, sebagai batu berharga, melambangkan sesuatu yang bernilai dan penting. Namun, "akik sebening Kristal Waktu" menunjukkan bahwa nilai tersebut mungkin tidak dapat dicapai atau dipegang secara sempurna. Ini menggambarkan kerumitan dalam mengejar sesuatu yang ideal atau suci.

Identitas dan Kultural

Puisi ini mengeksplorasi tema identitas dan kebudayaan melalui penggunaan simbol-simbol lokal dan pengalaman pribadi:
  • Wanita-Wanita dan Toko Mas: "Wanita-wanita yang mengharap keuntungan / dari toko mas Pasar Gede" menunjukkan adanya interaksi dengan aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Toko mas, sebagai tempat yang penuh dengan barang berharga, melambangkan harapan dan nilai sosial yang tinggi.
  • Gadis-Gadis dan Warna Karat: "Gadis-gadis rasanya lagi menyimak warna karat / luapan air rawa" menciptakan kontras antara kemewahan (emas) dan kondisi yang lebih sederhana atau bahkan kasar (warna karat). Ini bisa diartikan sebagai refleksi tentang bagaimana nilai dan keinginan kultural dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi.

Konflik dan Kesadaran

Puisi ini juga menyentuh tema konflik batin dan kesadaran diri:
  • "Kami pun merasa lebih buas dari Pulebahas" menunjukkan perasaan superioritas atau perbedaan yang dirasakan oleh penulis atau narator. Pulebahas, yang merujuk pada jenis ular atau makhluk mitos dalam budaya lokal, mempertegas kesan bahwa mereka merasa terpisah dari norma atau konvensi yang ada.
  • "Silakan, yang seperti itu engkau telah lama punya" mengindikasikan bahwa apa yang dicari atau dihargai mungkin sudah dimiliki oleh orang lain. Ini bisa mencerminkan perasaan frustrasi atau kesadaran akan ketidakmampuan dalam mencapai apa yang diidamkan.

Ritme dan Struktur

Puisi ini memiliki ritme yang bebas dengan penggunaan bahasa yang puitis dan metaforis. Struktur bebas ini memungkinkan ekspresi emosional dan refleksi yang mendalam tanpa terikat pada bentuk atau pola tertentu. Penggunaan kata-kata yang kuat dan simbolis memberikan dampak dramatis dan menggugah pemikiran.

Puisi "Akik Nusakambangan" adalah puisi yang menggabungkan simbolisme lokal, refleksi pribadi, dan pengalaman sosial untuk menyampaikan tema-tema mendalam tentang nilai, identitas, dan kesadaran diri. Badruddin Emce berhasil menciptakan sebuah karya yang tidak hanya menggambarkan pengalaman individu tetapi juga menyingkap lapisan-lapisan kompleks dalam kebudayaan dan hubungan sosial. Melalui bahasa yang penuh warna dan simbolisme yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai-nilai, identitas, dan makna yang lebih dalam dalam kehidupan.

Badruddin Emce
Puisi: Akik Nusakambangan
Karya: Badruddin Emce

Biodata Badruddin Emce:
  • Badruddin Emce lahir di Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Juli 1962.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.