Puisi: Ya Allah, ya Rabbana (Karya Marah Roesli)

Puisi "Ya Allah, ya Rabbana" karya Marah Roesli merupakan contoh yang kuat dari bagaimana sastra dapat mengekspresikan perasaan dan pengalaman ...
Ya Allah, ya Rabbana
(Syair Sitti Nurbaya)

Ya Allah, ya Rabbana,
Tiadakah kasih hamba yang hina?
Menanggung siksa apalah guna,
Biarlah hanyut ke mana-mana.

Tiada sanggup menahan sengsara,
Sebilang waktu mendapat cedera,
Dari bencana tidak terpiara,
Seorang pun tiada berhati mesra.

Mengapakah untung jadi melarat?
Bagai dipukul gelombang barat,
Suatu tak sampai cinta dan hasrat,
Kekasih ke mana hilang mengirat?

Apakah dosa salahku ini?
Maka mendapat siksa begini,
Badan yang hidup berasa fani,
Seorang pun tiada mengasihani.

Semenjak ayahku telah berpulang,
Godaan datang berulang-ulang,
Sebilang waktu berhati walang,
Untung yang mujur menjadi malang.

Ditinggal ibu ditinggal bapa,
Kekasih berjalan bagaikan lupa,
Sudahlah malang menjadi papa,
Penuh segala duka nestapa.

Mengapa nasib hamba begini?
Azab siksaan tidak tertahani,
Jika tak sampai hayatku ini,
Biarlah badan hancur dan fani.

Aduhai bunda, aduh ayahda!
Mengapa pergi tinggalkan ananda?
Tiada kasihan di dalam dada,
Melihat yatim berhati gunda.

Mengapa ditinggalkan anak sendiri?
Biasa dijaga sehari-hari,
Sakit sebagai mengandung duri,
Ke mana obat hendak dicari?

Analisis Puisi:

Puisi "Ya Allah, ya Rabbana" karya Marah Roesli adalah sebuah karya yang mengekspresikan rasa kesedihan dan penderitaan melalui doa dan ratapan.

Tema Utama

  • Kesedihan dan Penderitaan: Tema utama puisi ini adalah kesedihan dan penderitaan yang dialami oleh penulis. Melalui kata-kata doa dan ratapan, penulis menyampaikan perasaan tertekan dan kehilangan yang mendalam.
  • Kerinduan dan Ketiadaan Kasih: Puisi ini juga mencerminkan kerinduan akan kasih dan perhatian, serta rasa kesepian akibat kehilangan orang-orang terkasih. Penulis mengekspresikan rasa duka dan ketidakmampuan untuk mengatasi kesulitan hidup tanpa dukungan dari orang-orang tercinta.
  • Pertanyaan tentang Nasib: Ada pertanyaan yang mendalam tentang nasib dan keadilan dalam kehidupan. Penulis bertanya mengapa ia harus mengalami penderitaan dan kesulitan, serta mengapa nasibnya begitu berat.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Penggunaan Doa dan Ratapan: Puisi ini menggunakan bentuk doa dan ratapan untuk menyampaikan rasa kesedihan dan penderitaan. Ungkapan seperti "Ya Allah, ya Rabbana" menunjukkan bentuk doa dan permohonan kepada Tuhan, yang menambah kekuatan emosional puisi ini.
  • Kontras dan Perbandingan: Puisi ini menggunakan kontras untuk menunjukkan perbedaan antara masa lalu dan keadaan saat ini. Misalnya, perbandingan antara masa ketika penulis merasa dijaga dan sekarang ketika merasa ditinggalkan dan kesepian.
  • Bahasa Kiasan: Puisi ini menggunakan bahasa kiasan untuk menyampaikan perasaan dan makna yang lebih dalam. Misalnya, "Badan yang hidup berasa fani" menunjukkan bagaimana kehidupan terasa tidak berarti dan fana.

Makna dan Refleksi

Puisi "Ya Allah, ya Rabbana" merupakan ungkapan mendalam dari penderitaan pribadi dan rasa kehilangan. Melalui doa dan ratapan, Marah Roesli menyampaikan perasaan tertekan dan kesulitan yang dihadapi, serta kerinduan akan kasih dan perhatian dari orang-orang terkasih.

Puisi ini juga menyoroti ketidakmampuan penulis untuk mengatasi penderitaan tanpa dukungan dari orang-orang di sekelilingnya. Pertanyaan tentang nasib dan keadilan mencerminkan keresahan dan ketidakpastian yang dirasakan dalam menghadapi kesulitan hidup.

Puisi "Ya Allah, ya Rabbana" karya Marah Roesli adalah puisi yang menyentuh hati yang menggambarkan kesedihan dan penderitaan melalui bentuk doa dan ratapan. Dengan menggunakan gaya bahasa yang penuh emosi, imaji yang kuat, dan bahasa kiasan, puisi ini berhasil menyampaikan perasaan mendalam tentang kehilangan dan ketidakberdayaan. Puisi ini merupakan contoh yang kuat dari bagaimana sastra dapat mengekspresikan perasaan dan pengalaman pribadi dengan cara yang sangat emosional dan reflektif.

Puisi Ya Allah, ya Rabbana
Puisi: Ya Allah, ya Rabbana
Karya: Marah Roesli

Biodata Marah Roesli:
  • Marah Roesli (dieja Marah Rusli) lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889.
  • Marah Roesli meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1968 (pada usia 78 tahun).
  • Marah Roesli adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
  • Pantun di atas merupakan bagian dari buku Sitti Nurbaya (1920).
© Sepenuhnya. All rights reserved.