Puisi: Urung (Karya Mahbub Djunaidi)

Puisi "Urung" karya Mahbub Djunaidi menggabungkan elemen-elemen kegagalan, kesendirian, dan pencarian makna hidup dalam bahasa yang penuh emosi dan ..
Urung
Cerita orang gagal

Aku tak mau dilihat lagi
Tawa penghabisan menutup cuaca
Turun keputusan – meraba jantung jadi batu
Kusangka juga kegagalan sempat bertahta

Kupekakkan telinga dari nyanyi mereka
Terus melagak ke dekapan teluk mutiara
Tinggalkan aku bersunyi dari derapan tawa
Sampai tangan basah lagi dan segar dan menyala

Beri aku kenang
Lalu lari 'pabila turun jalan di pagi
Amat laju dan laju di tatapan mataku
Kelana ini mau jaga di pelabuhan tua.

Sumber: Majalah Siasat (17 Agustus 1952)

Analisis Puisi:

Puisi "Urung" karya Mahbub Djunaidi adalah sebuah karya yang memancarkan nuansa melankolis dan introspektif. Dengan bahasa yang kaya akan metafora dan simbolisme, puisi ini mengungkapkan perasaan kegagalan, kesendirian, dan kebutuhan akan refleksi diri.

Tema dan Makna

Puisi ini menyoroti tema kegagalan, kesendirian, dan pencarian kedamaian. Melalui kata-kata yang kuat dan penuh emosi, Djunaidi mengungkapkan keinginan untuk menghindari perhatian dan menemukan ketenangan dalam kesunyian.

Baris pembuka "Aku tak mau dilihat lagi" langsung menyiratkan keinginan penyair untuk menarik diri dari pandangan publik. "Tawa penghabisan menutup cuaca" bisa diartikan sebagai akhir dari suatu masa atau momen kebahagiaan, di mana suasana berubah menjadi suram. "Turun keputusan – meraba jantung jadi batu" menggambarkan sebuah keputusan yang berat dan tak terhindarkan, mengakibatkan rasa dingin dan keras dalam hati, seperti jantung yang berubah menjadi batu.

Kegagalan dan Keheningan

Selanjutnya, "Kusangka juga kegagalan sempat bertahta" mencerminkan penerimaan akan kegagalan yang telah mendominasi atau menguasai hidup penyair. Terdapat elemen penyesalan dan kekecewaan dalam kalimat ini. "Kupekakkan telinga dari nyanyi mereka" menunjukkan keinginan untuk menjauhkan diri dari kebisingan dunia luar dan memilih kesendirian untuk merenung.

Dekapan Teluk Mutiara

Penyair terus "melagak ke dekapan teluk mutiara," yang bisa diartikan sebagai pencarian ketenangan dan kedamaian dalam keindahan alam atau tempat yang damai. "Tinggalkan aku bersunyi dari derapan tawa" mengindikasikan bahwa penyair ingin menjauh dari keramaian dan kebahagiaan palsu yang mungkin dirasakannya dari orang lain.

Refleksi dan Penyegaran

Baris "Sampai tangan basah lagi dan segar dan menyala" menunjukkan harapan untuk menemukan kembali kesegaran dan semangat hidup. Ini adalah perjalanan reflektif di mana penyair mencari pembaruan dan kebangkitan dari kegagalannya.

Penutup dan Pelarian

Di bagian penutup, penyair meminta "Beri aku kenang" yang menunjukkan keinginan untuk memiliki sesuatu yang berharga dari masa lalu untuk diingat. "Lalu lari 'pabila turun jalan di pagi" menunjukkan keinginan untuk melarikan diri dan menemukan kebebasan. "Amat laju dan laju di tatapan mataku" mengekspresikan rasa urgensi dan keinginan kuat untuk bergerak maju, sementara "Kelana ini mau jaga di pelabuhan tua" mengindikasikan bahwa penyair ingin berlabuh di tempat yang sudah dikenal, mungkin sebuah tempat yang penuh kenangan dan kedamaian.

Puisi "Urung" menggabungkan elemen-elemen kegagalan, kesendirian, dan pencarian makna hidup dalam bahasa yang penuh emosi dan simbolisme. Mahbub Djunaidi berhasil menangkap perasaan mendalam yang terkait dengan kegagalan dan kebutuhan untuk menemukan kembali diri sendiri melalui refleksi dan pencarian kedamaian. Puisi ini menyentuh hati pembaca, mengajak mereka untuk merenungkan perjalanan pribadi mereka sendiri dalam menghadapi tantangan hidup.

Puisi "Urung" adalah puisi yang mendalam dan reflektif, menyoroti perasaan kegagalan dan kebutuhan untuk menemukan kembali kedamaian dalam diri. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan simbolisme yang kuat, Mahbub Djunaidi menyampaikan pesan tentang pentingnya refleksi dan pencarian makna dalam hidup. Puisi ini memberikan inspirasi untuk merenung dan mencari kedamaian dalam kesunyian.

Puisi: Urung
Puisi: Urung
Karya: Mahbub Djunaidi

Biodata Mahbub Djunaidi:
  • Mahbub Djunaidi (dieja Mahbub Junaidi) lahir di Jakarta, pada tanggal 27 Juli 1933.
  • Mahbub Djunaidi meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 1 Oktober 1995 (pada usia 62 tahun).
  • Mahbub Djunaidi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.