Tamasya
Marilah di sini melepaskan beban yang mengutuk kita di kota
Dan jadi anak manusia yang kagum menghadap rasa.
Kita membonceng di punggung alam, mendengarkan di dadanya
Kisah rahasia bumi, dan matahari, ibunya:
Kita petik keindahan langit dan laut yang leluasa,
Kita simpan keragaman birunya dalam kenangan.
Pohon dan bunga kita pinjam kesuburannya,
Fajar dan senja adalah cermin dan kita bayangan.
Lupakan apa-apa, cobalah jauh mengembara:
Adakah sawah-sawah itu berujung atau tidak?
Dan di tiap akhir jalan hatimu kesal meronta-minta;
Teruslah ke laut! Di sebrangnya ada tanah yang ingin kuinjak.
Engkau akan gembira, dan kecewa kalau waktu berlalu.
Engkau hitung saatmu dan mengiri makhluk yang bebas:
Burung dan kadal itu, bahkan pada air pun engkau malu:
Dia mengalir selalu, tapi hajatmu menatap batas.
Jakarta, 23 Desember 1951
Sumber: Zenith (September, 1952)
Analisis Puisi:
Puisi "Tamasya" karya Trisno Soemardjo mengundang pembaca untuk memasuki perjalanan spiritual yang membebaskan diri dari beban dan keterikatan kota. Melalui analisis ini, kita akan mengeksplorasi makna dan pesan yang terkandung dalam setiap bait puisi ini.
Latar Belakang Puisi dan Tema Sentral: Puisi ini membawa pembaca keluar dari keramaian kota, mengajak untuk beranjak dari rutinitas dan menikmati keindahan alam. Tema sentral puisi ini adalah tamasya, sebuah perjalanan spiritual untuk membebaskan diri dari keterbatasan dan menemukan kedamaian di alam.
Makna Beban dan Kebebasan: Bait pertama membuka puisi dengan ajakan untuk melepaskan beban yang mengutuk di kota. Ini dapat diartikan sebagai beban emosional, mental, atau bahkan material yang dapat membebani kehidupan sehari-hari. Perjalanan tamasya dianggap sebagai peluang untuk membebaskan diri dari beban-beban tersebut.
Simbolisme Alam: Puisi penuh dengan simbolisme alam, seperti punggung alam, bunga, dan langit. Pohon dan bunga menjadi representasi kesuburan dan kehidupan, sementara langit dan laut melambangkan kebesaran dan keragaman alam semesta. Trisno Soemardjo mengajak pembaca untuk memahami dan menghargai keindahan alam sebagai bagian dari perjalanan spiritual.
Hubungan Manusia dengan Alam: Puisi menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dengan mendengarkan kisah rahasia bumi, manusia dapat lebih memahami keajaiban alam dan merasa terhubung dengannya. Puisi ini memberikan pesan bahwa alam bukanlah sesuatu yang harus dikuasai, tetapi sebagai teman perjalanan yang memberikan kebijaksanaan.
Perjalanan dan Keingintahuan: Pembaca diajak untuk mengembara jauh, menggali keberadaan sawah-sawah yang tak terbatas. Hal ini menciptakan citra perjalanan yang tidak berujung, menantang pembaca untuk terus menjelajahi dan menggali kebenaran. Keingintahuan dihargai sebagai dorongan untuk terus berkembang.
Laut sebagai Metafora Kehidupan: Laut digambarkan sebagai tantangan yang mengharuskan seseorang untuk melangkah lebih jauh. Pergi ke laut adalah perjalanan menuju tanah yang belum terjamah, sebuah peluang untuk menemukan potensi baru dan mengatasi batasan diri.
Rasa Gembira dan Kekecewaan: Puisi mengakui bahwa dalam perjalanan ini, ada rasa gembira dan kecewa. Waktu dihitung dan alam memberikan pengalaman yang membawa kebahagiaan, tetapi juga dapat mengecewakan karena ketidakpastian. Ini menciptakan gambaran realistis tentang perjalanan spiritual yang tidak selalu mulus.
Mengakhiri puisi dengan ajakan untuk terus menuju ke laut, Trisno Soemardjo mengisyaratkan bahwa perjalanan menuju kebebasan spiritual tidak memiliki batas. Puisi "Tamasya" adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk menjalani perjalanan batin, menemukan keindahan di setiap langkah, dan terus menggali makna kehidupan.