Puisi: Sandiwara (Karya Mahbub Djunaidi)

Puisi "Sandiwara" karya Mahbub Djunaidi menghadirkan gambaran yang intens dan memikat tentang pengalaman dan refleksi puitis terhadap kehidupan dan ..
Sandiwara

kenanganku pada warna putih
– tebaran mega yang melawat ke ujung rambutnya –
Di pangkal tahun, di permulaan musim panas
Berdiang tubuh, amatlah nyamannya
Citapun bersemi dan pecah tigaempat

Yang lain menyingkap jendela
Oh, jangan salahkan badai-badai
Matamu sendiri bagaimana
Jam tujuh langit menjadi merah
Kau buka baju dan siang menjadi malam
Duduk mentertawakan kebodohanmu sendiri

Berikan kepadaku segala yang merah
Tidak perduli – janji akan kikis sendiri
Sonder menunggu bulan keluar

Sumber: Siasat (26 Juli 1953)

Analisis Puisi:

Puisi "Sandiwara" karya Mahbub Djunaidi menghadirkan gambaran yang intens dan memikat tentang pengalaman dan refleksi puitis terhadap kehidupan dan alam semesta.

Gambaran Awal

Puisi ini dimulai dengan memori personal penulis terhadap warna putih, yang diibaratkan sebagai "tebaran mega yang melawat ke ujung rambutnya". Ini menciptakan gambaran visual yang kuat dan intim, menandakan awal dari sebuah perjalanan introspektif yang mendalam.

Musim Panas dan Perubahan

Penggambaran musim panas dan berdiang tubuh menciptakan suasana yang nyaman dan penuh vitalitas. "Citapun bersemi dan pecah tigaempat" mungkin merujuk pada perubahan atau transformasi dalam kehidupan yang disambut dengan penuh semangat.

Kontras Antara Luar dan Dalam

Puisi ini mengeksplorasi kontras antara dunia luar dan batin individu. "Yang lain menyingkap jendela / Oh, jangan salahkan badai-badai" menciptakan gambaran tentang bagaimana alam luar dan peristiwa eksternal mempengaruhi suasana hati dan refleksi dalam diri.

Refleksi Personal

Bagian selanjutnya dari puisi mengeksplorasi refleksi personal dan introspeksi. "Matamu sendiri bagaimana / Jam tujuh langit menjadi merah / Kau buka baju dan siang menjadi malam" menunjukkan perubahan dalam persepsi waktu dan realitas, serta perasaan kebebasan dalam memahami kebodohan dan ketidaktahuan.

Permintaan akan Kehidupan

Puisi ini mengakhiri dengan permintaan yang intens terhadap kehidupan dan pengalaman, meskipun dengan sikap yang tak terpengaruh. "Berikan kepadaku segala yang merah / Tidak perduli – janji akan kikis sendiri / Sonder menunggu bulan keluar" mencerminkan sikap menerima segala sesuatu dengan tangan terbuka, tanpa memandang konsekuensinya.

Puisi "Sandiwara" tidak hanya menciptakan gambaran visual yang kuat dan imajinatif, tetapi juga mengundang pembaca untuk merenungkan tentang perubahan, refleksi pribadi, dan cara manusia berinteraksi dengan alam dan realitas sekitarnya. Dengan gaya bahasa yang kaya dan pemilihan kata yang intens, Mahbub Djunaidi berhasil menciptakan karya yang mendalam dan memikat.

Puisi: Sandiwara
Puisi: Sandiwara
Karya: Mahbub Djunaidi

Biodata Mahbub Djunaidi:
  • Mahbub Djunaidi (dieja Mahbub Junaidi) lahir di Jakarta, pada tanggal 27 Juli 1933.
  • Mahbub Djunaidi meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 1 Oktober 1995 (pada usia 62 tahun).
  • Mahbub Djunaidi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.