Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung (Karya Marah Roesli)

Puisi "Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung" karya Marah Roesli bercerita tentang seseorang yang memiliki keinginan besar, entah dalam cinta, ..
Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung


Putih berkembang bunga kecubung,
mati tiram di tepi pantai.
Maksud hendak memeluk gunung,
apa daya tangan tak sampai.

Analisis Puisi:

Sastra Indonesia klasik menyimpan kekayaan ekspresi yang kental dengan nilai budaya dan filosofi kehidupan. Salah satu bentuknya yang paling populer adalah pantun, puisi lama yang memiliki pola rima khas dan sarat makna dalam balutan kata-kata yang indah.

Struktur dan Pola Rima

Pantun ini memiliki struktur puisi satu bait empat baris dengan pola rima ABAB, yang merupakan ciri khas pantun pada umumnya. Dua baris pertama (a dan b) merupakan sampiran, sedangkan dua baris terakhir (a dan b) merupakan isi atau makna utama dari pantun.

Tema

Tema utama puisi ini adalah cita-cita yang tinggi dan keterbatasan diri dalam menggapainya. Pantun ini menggambarkan pergulatan antara keinginan dan kenyataan—bahwa dalam hidup, tidak semua yang kita dambakan dapat tergapai karena keterbatasan yang melekat pada diri manusia.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan makna tersirat tentang keterbatasan kemampuan manusia di hadapan cita-cita besar. Kalimat “maksud hendak memeluk gunung” mengandung metafora akan ambisi besar, keinginan luhur, atau mimpi yang sangat tinggi. Sementara “apa daya tangan tak sampai” menunjukkan kesadaran akan ketidakmampuan untuk mewujudkan ambisi tersebut. Hal ini mencerminkan realitas bahwa tidak semua harapan dapat diwujudkan, meski niat dan tekad telah kuat.

Selain itu, ada juga makna emosional di balik bait tersebut—bisa berupa kegagalan dalam cinta, ambisi karier, atau harapan sosial yang tak tercapai. Dalam konteks ini, puisi tersebut bisa dimaknai secara personal dan universal.

Unsur Puisi

Beberapa unsur puisi yang dapat dikenali dari pantun ini antara lain:
  • Bentuk: Pantun empat baris dengan pola ABAB.
  • Diksi: Kata-kata yang dipilih sederhana tetapi puitis, seperti “kecubung”, “gunung”, dan “tangan tak sampai”.
  • Rima: ABAB, yang menghadirkan keindahan bunyi.
  • Imaji: Penggambaran visual yang kuat, seperti bunga kecubung yang mekar dan tiram mati di tepi pantai.
  • Majas: Terdapat penggunaan metafora dan hiperbola.
Pantun ini bercerita tentang seseorang yang memiliki keinginan besar, entah dalam cinta, kehidupan, atau cita-cita, namun tidak mampu mencapainya. Ungkapan “memeluk gunung” secara simbolik menggambarkan sesuatu yang sangat besar atau jauh dari jangkauan. Ungkapan “tangan tak sampai” menjadi simbol keterbatasan. Dengan demikian, pantun ini menggambarkan kisah universal tentang impian dan kenyataan yang sering kali tak sejalan.

Imaji

Dalam pantun ini, muncul beberapa imaji visual:
  • “Putih berkembang bunga kecubung”: menghadirkan citra bunga yang sedang mekar, mungkin di pagi hari, dengan warna putih yang menenangkan.
  • “Mati tiram di tepi pantai”: menampilkan citra kehidupan laut yang terdampar dan mati di tepian, menyiratkan kesedihan atau keputusasaan.
Imaji ini memberikan kedalaman emosional dan suasana yang melankolis, sekaligus memperkuat makna puisi.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora: “memeluk gunung” adalah metafora untuk menggapai sesuatu yang sangat besar dan tinggi nilainya.
  • Hiperbola: pernyataan tersebut juga dapat dibaca sebagai hiperbola, karena secara literal memeluk gunung adalah mustahil—namun dalam konteks puisi, ini menggambarkan impian yang begitu besar.
  • Personifikasi: “tangan tak sampai” memberi gambaran seolah tangan itu memiliki kemauan sendiri, padahal ini menyiratkan ketidakmampuan sang aku lirik secara pribadi.
Puisi "Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung" karya Marah Roesli tampak sederhana dari segi bentuk, namun sarat dengan makna yang mendalam. Dengan tema tentang keterbatasan dalam menggapai cita-cita, pantun ini menyampaikan makna tersirat yang bisa dirasakan oleh siapa saja—tentang harapan, impian, dan realita hidup yang tak selalu sejalan. Keindahan bahasa melalui unsur puisi, penggunaan majas, serta penghadiran imaji yang kuat menjadikan pantun ini tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga filosofis.

Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif, puisi ini mengingatkan kita untuk tetap rendah hati dan menerima bahwa tidak semua keinginan akan menjadi kenyataan. Terkadang, kesadaran akan keterbatasan justru membawa kedewasaan dan kebijaksanaan hidup.

Puisi: Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung
Puisi: Pantun Putih Berkembang Bunga Kecubung
Karya: Marah Roesli

Biodata Marah Roesli:
  • Marah Roesli (dieja Marah Rusli) lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889.
  • Marah Roesli meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1968 (pada usia 78 tahun).
  • Marah Roesli adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
  • Pantun di atas merupakan bagian dari buku Sitti Nurbaya (1920).
© Sepenuhnya. All rights reserved.