Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pantun Dari Mana Hendak ke Mana (Karya Marah Roesli)

Puisi "Pantun Dari Mana Hendak ke Mana" Karya Marah Roesli bercerita tentang seseorang yang sedang jatuh cinta atau menaruh rasa kepada orang lain, ..
Pantun Dari Mana Hendak ke Mana


Dari mana hendak ke mana,
dari Jepun ke bandar Cina.
Jangan marah saya bertanya,
bunga yang kembang siapa punya?

Bajang-bajang tertali sutera,
tulang dibakar baunya sangit.
Dilihat gampang dipegang susah,
sebagai bulan di atas langit.

Dari mana datangnya lintah,
dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta,
dari mata jatuh ke hati.

Laju-laju perahu laju,
kapal berlayar ke Surabaya.
Biar lupa kain dan baju,
jangan lupa kepada saya.

Analisis Puisi:

Marah Roesli, salah satu pelopor sastra modern Indonesia, dikenal lewat karya-karyanya yang memadukan nilai tradisional dan modern. Salah satu bentuk yang ia angkat dalam puisinya adalah pantun, seperti terlihat dalam "Pantun Dari Mana Hendak ke Mana", yang menyampaikan renungan dan ungkapan cinta dengan gaya yang ringan, jenaka, namun penuh makna.

Tema

Tema utama dari pantun ini adalah cinta dan perasaan hati, disampaikan melalui pertanyaan-pertanyaan retoris, sindiran halus, dan permainan bahasa yang khas dalam bentuk pantun empat baris.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam pantun ini adalah ungkapan cinta yang halus, kadang tersamar, dan penuh kehati-hatian dalam menyampaikan perasaan. Penyair menggunakan struktur pantun untuk menyampaikan bahwa cinta muncul secara alami, bahkan tanpa disadari, “dari mata jatuh ke hati”. Selain itu, ada kritik lembut terhadap ketidakpastian atau sikap seseorang yang dicintai — seperti pada baris “dilihat gampang, dipegang susah”.

Pantun ini bercerita tentang seseorang yang sedang jatuh cinta atau menaruh rasa kepada orang lain, namun bingung atau penasaran apakah perasaannya bersambut. Penyair menggunakan bentuk tanya jawab dan analogi-analogi untuk menggambarkan betapa cinta bisa membingungkan, sulit diraih, namun tetap mengikat hati.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam pantun ini ringan, romantis, dan sedikit jenaka, namun tetap mengandung nada kepedihan dan kerinduan. Ada permainan antara kelakar dan kesungguhan, yang membuatnya terasa lincah namun bermakna.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dalam pantun ini adalah bahwa cinta datang dengan cara yang alami dan sering kali tanpa rencana, dan bahwa menyatakan atau menanyakan cinta harus dilakukan dengan halus dan cerdas. Selain itu, pantun ini juga menekankan pentingnya kesetiaan dan perhatian terhadap orang yang dicinta, seperti terlihat pada baris “biar lupa kain dan baju, jangan lupa kepada saya”.

Imaji

Pantun ini menghadirkan imaji visual dan kultural yang kuat, seperti:
  • “bunga yang kembang siapa punya” menggambarkan seseorang yang dipuja namun belum tentu dimiliki.
  • “bulan di atas langit” menggambarkan keindahan yang bisa dilihat namun sulit digapai.
  • “dari mata jatuh ke hati” adalah imaji yang menggambarkan proses alami jatuh cinta.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora: “bulan di atas langit” sebagai simbol seseorang yang dikagumi namun jauh.
  • Personifikasi: “cinta datang dari mata jatuh ke hati” menggambarkan cinta sebagai entitas yang bergerak dan hidup.
  • Simile: Tersirat dalam perbandingan implisit, seperti membandingkan orang yang dicinta dengan bunga atau bulan.
Puisi "Pantun Dari Mana Hendak ke Mana" adalah bukti bagaimana Marah Roesli mengemas ungkapan cinta dalam bentuk pantun tradisional yang cerdas dan halus. Dengan menggabungkan budaya lisan dan rasa personal, puisi ini menunjukkan bahwa cinta bisa hadir dalam bentuk-bentuk sederhana, namun tetap menyentuh dan mendalam.

Puisi: Pantun Dari Mana Hendak ke Mana
Puisi: Pantun Dari Mana Hendak ke Mana
Karya: Marah Roesli

Biodata Marah Roesli:
  • Marah Roesli (dieja Marah Rusli) lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889.
  • Marah Roesli meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1968 (pada usia 78 tahun).
  • Marah Roesli adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
  • Pantun di atas merupakan bagian dari buku Sitti Nurbaya (1920).
© Sepenuhnya. All rights reserved.