Puisi: Pantun Bulan Terang Bulan Purnama (Karya Marah Roesli)

Puisi "Pantun Bulan Terang Bulan Purnama" karya Marah Roesli mengekspresikan betapa dalamnya perasaan cinta mereka dan bagaimana mereka berusaha ...
Pantun Bulan Terang Bulan Purnama
(Pantun Berbalas)

Samsulbahri:

Bulan terang bulan purnama,
nagasari disangka daun.
Jangan dikata bercerai lama,
bercerai sehari rasa setahun.

Seragi kain dengan benang,
biar terlipat jangan tergulung.
Serasi adik dengan abang,
sejak di rahim bunda kandung.

Sitti Nurbaya:

Dari Medang ke pulau Banda,
belajar lalu ke Bintuhan.
Tiga bulan di kandung Bunda
jodoh 'lah ada pada Tuan.

Samsulbahri:

Anak Cina duduk menyurat,
menyurat di atas meja batu.
Dari dunia sampai akhirat,
tubuh yang dua jadi satu.

Berlubur negeri berdesa,
ditaruh pinang dalam puan.
Biar hancur biar binasa,
asal bersama dengan Tuan.

Sitti Nurbaya:

Pulau Pinang kersik berderai,
tempat burung bersangkar dua.
Jangan bimbang kasih 'kan cerai,
jika untung bertemu jua.

Jika ada sumur di ladang,
tentulah boleh menumpang mandi.
Jika ada umur yang panjang,
tentulah dapat bertemu lagi.

Ke rimba ke padang jangan,
bunga cempaka kembang biru.
Tercinta terbimbang jangan,
adat muda menanggung rindu.

Ke rimba orang Kinanti,
bersuluh api batang pisang.
Jika tercinta tahankan hati,
kirimkan rindu di burung terbang.

Samsulbahri:

Mempelam tumbuh di pulau
patah sedahan dijatuhkan.
Semalam ini kita bergurau,
esok Adik kutinggalkan.

Sitti Nurbaya:

Berlayarlah ke pulau bekal,
nakhoda makan bertudung saji.
Sambutlah salam adik yang tinggal,
selamat Kakanda pulang pergi.

Ribu-ribu di pinggir jalan,
tanam di ladang kunyit temu.
Jika rindu pandanglah bulan,
di situ cinta dapat bertemu.

Samsulbahri:

Kapal kembali dari Jawa
masuk kuala Inderagiri.
Tinggallah Adik tinggallah nyawa,
besok kakanda akan pergi.

Sitti Nurbaya:

Berbunyi gendang di Pauh,
orang menari di halaman.
Sungguh Kakanda berjalan jauh,
hilang di mata di hati jangan.

Meletus gunung dekat Bantan,
terbenam pulau dekat Jawa.
Cinta jangan diubahkan,
jika putus, sambungkan nyawa.

Samsulbahri:

Jika hari, hari Jumat,
haji memakai baju jubah.
Walaupun hari akan kiamat,
cinta di hati jangan berubah.

Jika Perak kerani Keling,
berlayar tentang Tapak Tuan.
Putih gagak hitamlah gading,
tidak putus cintakan 'luan.

Analisis Puisi:

Puisi "Pantas Bulan Terang Bulan Purnama" adalah puisi pantun karya Marah Roesli yang mengisahkan kisah cinta melalui dialog antara dua tokoh, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Dengan menggunakan bentuk pantun, Roesli menyampaikan tema tentang cinta, jarak, dan kesetiaan melalui pertukaran pantun yang penuh makna.

Tema dan Makna

Puisi ini mengeksplorasi tema cinta yang teruji oleh jarak dan waktu. Dialog antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya mencerminkan kesetiaan dan komitmen mereka meskipun terpisah oleh jarak dan waktu. Melalui pantun yang saling membalas, puisi ini menggambarkan betapa dalamnya perasaan cinta mereka dan bagaimana mereka berusaha menjaga hubungan tersebut.

Gaya Bahasa dan Struktur

Marah Roesli menggunakan bentuk pantun yang terdiri dari dua baris berima untuk menciptakan dialog yang penuh makna dan emosi. Gaya bahasa ini memberikan keindahan dan kejelasan pada pesan yang disampaikan. Penggunaan metafora, perbandingan, dan gambaran visual membantu memperdalam makna setiap pantun, menggambarkan kompleksitas perasaan dan hubungan antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya.

Puisi "Pantun Bulan Terang Bulan Purnama" karya Marah Roesli adalah contoh yang indah dari puisi pantun yang mengeksplorasi tema cinta, jarak, dan kesetiaan. Melalui dialog antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, puisi ini mengekspresikan betapa dalamnya perasaan cinta mereka dan bagaimana mereka berusaha mempertahankan hubungan meskipun menghadapi tantangan. Dengan menggunakan metafora dan bentuk pantun, Roesli berhasil menyampaikan keindahan dan kompleksitas cinta dalam konteks yang kaya dan penuh makna.

Puisi: Pantun Bulan Terang Bulan Purnama
Puisi: Pantun Bulan Terang Bulan Purnama
Karya: Marah Roesli

Biodata Marah Roesli:
  • Marah Roesli (dieja Marah Rusli) lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889.
  • Marah Roesli meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1968 (pada usia 78 tahun).
  • Marah Roesli adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
  • Pantun di atas merupakan bagian dari buku Sitti Nurbaya (1920).
© Sepenuhnya. All rights reserved.