Bertemu
Di tepi pantai laut kami bersua,
Dan kami memandang ke dalam mata masing-masing,
Yang penuh sengsara, penuh duka,
Karena negeri digenggam bangsa asing.
Dengan diam kami berjabat tangan,
Sambil menantang muka saudara yang muram caya,
Kami bersama pergi berjalan,
Melalui dataran di senjakala.
Angin meniup jubah kami,
Bagai mengembus kain mati.
Sumber: Pujangga Baru (September, 1933)
Analisis Puisi:
Puisi "Bertemu" adalah karya sastra yang dihasilkan oleh Armijn Pane, seorang sastrawan terkemuka dari Indonesia. Puisi ini menghadirkan beragam elemen sastra yang menarik untuk dianalisis. Kami akan menjelajahi tema, nada, perasaan, amanat, diksi, imaji, kata konkret, majas, rima, ritma, dan versifikasi yang muncul dalam puisi ini.
Tema: Tema yang mendasari Puisi Bertemu adalah perjumpaan dan pertemuan di tepi pantai laut. Puisi ini mengeksplorasi dua tokoh yang berhadapan, masing-masing dengan latar belakang penuh sengsara dan duka akibat penjajahan oleh bangsa asing. Pertemuan ini melambangkan pertemuan antara dua entitas yang saling memahami dan merasakan penderitaan yang sama.
Nada dan Perasaan: Nada puisi ini terasa sangat introspektif dan melankolis. Penekanan pada perjumpaan yang penuh sengsara dan duka memberikan kesan emosional yang mendalam. Perasaan takut, harap, dan tegang antara kedua tokoh tercermin melalui ekspresi mereka yang muram dan tantangan dalam berjabat tangan.
Amanat: Amanat dalam puisi ini dapat diartikan sebagai peringatan akan penderitaan dan penindasan yang dialami oleh masyarakat akibat penjajahan. Melalui pertemuan tokoh-tokoh ini, penyair mengingatkan akan pentingnya solidaritas dalam menghadapi kesulitan dan kesengsaraan yang sama.
Diksi dan Imaji: Penggunaan diksi (pilihan kata) dalam puisi ini kuat dan mengesankan. Frasa "penuh sengsara, penuh duka" menggambarkan beban emosional yang mendalam. "Muka saudara yang muram caya" menciptakan gambaran tentang kekhawatiran dan kegelisahan di wajah mereka.
Imaji yang kuat juga terlihat melalui deskripsi "angin meniup jubah kami, bagai mengembus kain mati." Ini menciptakan gambaran visual tentang kehampaan dan kematian yang menyelimuti pertemuan mereka.
Kata Konkret dan Majas: Kata konkret dalam puisi ini adalah "tepi pantai laut," "jabat tangan," "dataran," "senjakala," dan "angin." Kata-kata ini memberikan dimensi visual yang jelas dalam pikiran pembaca.
Adapun majas, puisi ini cenderung menggunakan majas personifikasi melalui frasa "negeri digenggam bangsa asing," yang memberikan atribut manusia pada negeri yang ditindas.
Rima, Ritma, dan Versifikasi: Puisi Bertemu tidak memiliki pola rima yang konsisten. Hal ini mencerminkan kekhasan puisi modern yang tidak terikat pada aturan tradisional rima. Ritma puisi ini cenderung lambat, sesuai dengan nada introspektifnya, dan memberikan penekanan pada perasaan tokoh-tokoh yang terlibat. Dari segi bentuk, puisi ini digolongkan ke dalam Distikon.
Versifikasi puisi ini juga mengikuti bentuk puisi bebas, tidak memiliki pola tertentu dalam pengaturan baris dan bait. Kebebasan ini memungkinkan penyair untuk mengungkapkan emosi dan pikiran dengan lebih fleksibel.
Dalam Puisi Bertemu, Armijn Pane berhasil menggambarkan perjumpaan dua tokoh dengan tema penjajahan dan penderitaan. Melalui ekspresi dan makna yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti solidaritas dan kekuatan dalam menghadapi kesulitan. Dengan diksi dan imaji yang kuat, serta majas dan gaya bebasnya, Puisi Bertemu memberikan pengalaman sastra yang mendalam dan relevan bagi pembaca modern.
Puisi: Bertemu
Karya: Armijn Pane
Biodata Armijn Pane:
- Armijn Pane lahir pada tanggal 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
- Armijn Pane meninggal dunia pada tanggal 16 Februari 1970 di Jakarta (pada usia 61 tahun).
- Armijn Pane adalah salah satu pendiri majalah Pujangga Baru (Poedjangga Baroe).
- Armijn Pane adalah adik kandung sastrawan Sanusi Pane.