Analisis Puisi:
Puisi "Sang Penari" karya Gunoto Saparie adalah ungkapan yang mendalam tentang seni tari dan ekspresi seorang penari. Dalam puisi ini, penyair membahas bagaimana alun gamelan dan gerakan penari menciptakan pengalaman artistik yang mempesona.
Penciptaan Suasana: Puisi ini segera menciptakan suasananya sendiri dengan merujuk pada "alun gamelan rawan." Ini memberi pembaca perasaan bahwa mereka telah memasuki dunia seni yang penuh dengan keindahan dan ekspresi.
Keindahan dalam Gerakan: Puisi ini merayakan gerakan penari dengan merinci bagaimana tangan dan pinggulnya bergerak sesuai dengan irama gamelan. Ini menciptakan citra keindahan dan keanggunan dalam gerakan penari.
Pertanyaan Filosofis: Puisi ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang apa yang merupakan "gerak paling inti" dari seorang penari. Apakah gerakan fisik atau ada lebih banyak makna di baliknya? Ini mengundang pembaca untuk merenungkan esensi dari seni tari.
Perbandingan dengan Surga: Penyair menggambarkan alun gamelan sebagai "mengalunkan lagu surga." Ini memberikan penghormatan kepada seni tari sebagai sesuatu yang mendekati ketak sempurnaan atau pengalaman luar biasa, seperti surga.
Kritik Sosial: Puisi ini mencatat bahwa meskipun penari menari dengan indah, jiwa perempuan penari tersebut mungkin tetap "tertutup." Ini bisa dianggap sebagai kritik sosial terhadap ketidakbebasan atau batasan yang mungkin dialami oleh seorang penari, terlepas dari ekspresinya yang luar biasa.
Bahasa yang Singkat dan Padat: Penyair menggunakan bahasa yang singkat dan padat untuk menggambarkan ekspresi dan pertanyaan filosofis dalam puisi ini. Ini memberikan kesan kejelasan dan kekuatan pada puisi.
Secara keseluruhan, "Sang Penari" adalah puisi yang merayakan seni tari dan ekspresi melalui gerakan fisik. Puisi ini menggambarkan keindahan dalam gerakan penari dan mengajukan pertanyaan yang mendalam tentang makna dan esensi dari seni tari.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE:
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.