Ode Bangkai Anjing
Merasakan sunyi (anyir darah menguap dari tubuhmu)
Matahari menyala. Musik pengantar ke kubur
Hanyalah dengung lalat. O, jangan harap orang mengaji
Mereka lupa padamu
Dengan perkasa kau menangkap maling. Mungkin di tempat lain
Orang akan membuat patungmu! ̶ Kuhikmati deritamu.
Hidup menempuh tebing. Menghancurkan tebing
(Di lamping) cengkrik bernyanyi. Kau berhadapan dengan Amarah
Dengan angan-angan. Dibangun: tulang dan tulang
(Masih tersisa sedikit sumsum) menggairahkan nafsu!
Aku tak tahu. Di manakah kehadiranmu dihormati orang?
Tembok yang kokoh. Pagar besi menusuk langit
Rumah-rumah tak menjawabku. Aku sampaikan salam atas bunga
Ingin copot dari tangkainya. Meneduhi tubuhmu
Dari sengatan waktu. Dari sengatan waktu!
1984
Sumber: Para Penziarah (1987)
Analisis Puisi:
Puisi "Ode Bangkai Anjing" karya Soni Farid Maulana adalah karya yang penuh dengan gambaran-gambaran yang kuat dan simbol-simbol yang menggugah.
Imaji Kematian dan Kesunyian: Puisi dimulai dengan gambaran kematian yang gelap dan sunyi, di mana "sunyi" digambarkan dengan anyir darah yang menguap dari bangkai anjing. Kesunyian yang dipadukan dengan atmosfir kematian menciptakan suasana yang menakutkan dan menyedihkan.
Kontras dengan Matahari dan Musik: Di tengah gambaran kematian dan kesunyian, terdapat kontras dengan matahari yang menyala dan musik pengantar ke kubur. Kontras ini menggambarkan ketidaksesuaian antara keindahan alam dan kenyataan kehidupan yang keras.
Pengabaian dan Kesepian: Penggalan puisi menyoroti pengabaian terhadap bangkai anjing yang merupakan lambang dari pengabaian terhadap sesama manusia. Ketidakpedulian dan kesepian menjadi tema yang mengemuka, di mana orang-orang lupa atau bahkan sengaja mengabaikan keberadaan sesama manusia.
Simbol Kekuatan dan Kebanggaan: Bangkai anjing yang menjadi pusat puisi ini sebenarnya memiliki kekuatan dan keberanian, yang terbukti dengan kemampuannya menangkap maling. Namun, keberanian tersebut tidak dihargai atau dihormati oleh masyarakat.
Refleksi tentang Kehidupan: Puisi ini juga mencerminkan refleksi tentang kehidupan yang keras dan penuh dengan kesulitan. Tebing yang dihancurkan dan kehadiran amarah melambangkan tantangan dan konflik yang harus dihadapi dalam hidup.
Keinginan untuk Dihargai dan Diperhatikan: Penyair dalam puisi ini merasa terasing dan tidak dihargai oleh lingkungannya. Dia merasa seperti tidak diakui oleh rumah-rumah dan tembok yang kokoh, yang menjadi simbol dari pengabaian dan kesepian.
Dengan menggabungkan gambaran-gambaran yang kuat dengan pesan-pesan yang dalam, Soni Farid Maulana berhasil menciptakan puisi yang memprovokasi pemikiran tentang ketidakadilan, pengabaian, dan kesepian dalam kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kita memperlakukan sesama dan bagaimana kita dapat lebih menghargai keberadaan manusia di sekitar kita.
Puisi: Ode Bangkai Anjing
Karya: Soni Farid Maulana
Biodata Soni Farid Maulana:
- Soni Farid Maulana lahir pada tanggal 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
- Soni Farid Maulana meninggal dunia pada tanggal 27 November 2022 (pada usia 60 tahun) di Ciamis, Jawa Barat.