Halte (1)
di halte dusun itu, di bangku peron
yang dingin bertilam angin; aku mendengar
siit incuing ngear dalam kelam.
"seseorang akan pergi jauh. Serupa kerlip bintang
di langit lengang!" begitu kau bilang. Dan waktu
adalah debur ombak lautan yang tiada henti
menggerus batu karang dalam tubuhku.
cahaya remang menyentuh miring rambutmu
hangat tanganmu menggenggam erat tanganku
"apa makna hari ini bagi hari esok yang lain?"
Halte (2)
tubuh adalah halte yang kelak roboh,
seperti rumah kayu
yang dihancurkan rayap
dan cuaca gelap
lalu apa makna persinggahan
bagi yang mengangkut dan menurunkan
penumpang? Kau tahu, sinyal itu
kembali mengirim isyarat ke arah yang lain
seperti kedip lampu morse
dalam kabut Waktu.
lalu setelah itu tajam mandau perpisahan
kembali menyayat sang kalbu
di ruang dalam yang kelam
lezat yang tinggal karat