Puisi: Pamit (Karya M. Poppy Hutagalung)

Puisi "Pamit" karya M. Poppy Hutagalung merangkum perasaan seorang individu yang siap meninggalkan kehidupan ini dan berpamitan kepada ibunya.
Pamit
Kepada ibu

ibu, apapun yang kutahu tentang hatimu
betapa malangku memenggal jalan yang tersedia
tapi hidup ini adalah hidupku
cinta adalah nyawaku

ibu, apapun yang kutatap pada matamu
janganlah kau mengiringku dengan tangis
karena jalan ini terlalu manis
jalan milikku, dari hati yang penuh luka

ibu, nafasku teramat pandak
bumiku teramat jauh
o ibu, kenapa kumusti berlayar sendiri
tanpa hati, yang mau mengerti?

Ibu, di akhir pamit yang kupinta
jika terbujur nanti tubuhku di pintu kota
cium keningku, untuk tandaku
mati ini berbungkus cinta.

Sumber: Mimbar Indonesia (28 Desember 1957)

Analisis Puisi:

Puisi "Pamit" karya M. Poppy Hutagalung merangkum perasaan seorang individu yang siap meninggalkan kehidupan ini dan berpamitan kepada ibunya.

Luka Hati dan Keputusan Malang: Puisi ini dimulai dengan perasaan malang, di mana penyair merasa harus memenggal jalan yang tersedia, mengindikasikan keputusan sulit atau pilihan hidup yang sulit. Luka hati yang terasa dapat mencerminkan beban emosional atau tekanan yang dialami oleh penyair.

Hidup dan Cinta: Baris "tapi hidup ini adalah hidupku, cinta adalah nyawaku" menyiratkan bahwa, meskipun penyair menyadari kesulitan hidupnya, ia tetap mencintai hidupnya. Cinta di sini dianggap sebagai nyawa, menunjukkan bahwa tanpa cinta, hidupnya kehilangan makna.

Tangisan dan Keasaman Jalan: Penyair meminta ibunya untuk tidak menangis atau meratapi keputusannya. Ia menyampaikan bahwa jalan yang akan ditempuhnya terlalu manis, tetapi merupakan jalan penuh luka. Ini menciptakan kontras antara manisnya kehidupan dan kepedihan yang mungkin dialami oleh penyair.

Jarak Fisik dan Emosional: Baris "nafasku teramat pandak, bumiku teramat jauh" menciptakan gambaran tentang jarak, baik fisik maupun emosional. Penyair merasa terpisah dari ibunya dan dunianya, dengan perasaan kesepian dan ketidakmampuan berkomunikasi.

Pelayaran Sendiri dan Rasa Hampa: Penyair menggambarkan dirinya seperti berlayar sendiri tanpa hati yang mau mengerti. Hal ini bisa diartikan sebagai perasaan kesepian, perjuangan yang dilalui sendirian, dan kehampaan dalam menjalani hidup tanpa pemahaman atau dukungan.

Pamit dan Kematian: Bagian terakhir menyinggung tentang pamit di akhir hayat. Jika tubuhnya terbujur di pintu kota, penyair meminta ibunya untuk mencium keningnya sebagai tandanya. Mati di sini dijelaskan sebagai pembungkusan cinta, menyoroti bahwa meskipun penyair pergi, ia meninggalkan jejak cinta yang abadi.

Puisi "Pamit" menciptakan lapisan emosional yang mendalam dengan menggambarkan perasaan penyair yang terpisah, terluka, dan siap untuk berpamitan. Melalui kata-kata yang dipilih secara hati-hati, penyair menghadirkan perasaan kehidupan yang penuh kompleksitas, dari cinta hingga keputusan sulit dan kematian. Puisi ini memberikan pemikiran kepada pembaca tentang makna hidup, kehilangan, dan cinta yang tetap hidup meskipun segalanya berakhir.

Puisi: Pamit
Puisi: Pamit
Karya: M. Poppy Hutagalung

Biodata M. Poppy Hutagalung:
  • M. Poppy Hutagalung lahir di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1941.
  • M. Poppy Hutagalung, setelah menikah dengan penyair A.D. Donggo (pada tahun 1967), namanya menjadi M. Poppy Donggo.
  • M. Poppy Hutagalung merupakan salah satu penyair Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.