Puisi: Sejumlah Terus (Karya Mochtar Lubis)

Puisi "Sejumlah Terus" mencerminkan kepahitan dan keheranan atas bagaimana orang-orang yang memberikan banyak pengabdian sering kali diabaikan atau ..
Sejumlah Terus


Hai, mengapa hari jadi suram
Sedang matahari bersinar terik?
Orang pada bermuka pilu
Mata merah karena menangis
Bung Sjahrir, Bung Sjahrir tak ada lagi
Bapa kami, tangis dua anak kecil
Suamiku, tangis seorang istri
Bapa kami tangis berjuta rakyat
Bapa kami tangis berjuta pemuda
kawan dan saudara kami tangis yang sebaya
yang sama berjuang dengan dia
di zaman tirani Belanda, Jepang dan Indonesia
Aduh, dia wafat jauh dari Jalan Jawa
Dia wafat dalam sakit selagi tahanan politik
Dikirim berobat ke luar negeri
Sehabis tersiksa bertahunan di dalam negeri
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Seorang pendekar kemerdekaan manusia Indonesia
Seorang pahlawan revolusi empat lima
dapat ditangkap dan tersiksa dalam tahanan
Difitnah penghalang revolusi, pengkhianat bangsa?
Sedang dia selama hidupnya
sejak mulai dari bangku sekolah
memberi jiwa raganya untuk
kemerdekaan bangsa?
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Mengapa banyak orang yang tahu menutup mata?
Menutup telinga, mulut dan hati nurani?
Pura-pura tak tahu kezaliman menindas
pendekar kemerdekaan yang jujur dan berani?
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Dan kini setelah dia tak ada lagi
Mengapa tiba-tiba diproklamirkan resmi
jadi Mahaputra Bangsa yang mesti dihormati,
Dikawal hormat ke Taman Pahlawan
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Oh, pemuda angkatan enam puluh enam
Engkau mengerti, engkau mengerti
Tanamlah di atas kuburnya bunga
Kemerdekaan dan kemuliaan manusia,
bunga kebenaran dan keadilan
Bung Sjahrir, Bung Sjahrir
Senyumlah, senyumlah terus di haribaan Illahi
Difitnah penghalang revolusi, pengkhianat bangsa?
Sedang dia selama hidupnya
sejak mulai dari bangku sekolah
memberi jiwa raganya untuk
kemerdekaan bangsa?
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Mengapa banyak orang yang tahu menutup mata?
Menutup telinga, mulut dan hati nurani?
Pura-pura tak tahu kezaliman menindas pendekar
kemerdekaan yang jujur dan berani?
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Dan kini setelah dia tak ada lagi
Mengapa tiba-tiba diproklamirkan resmi
jadi Mahaputra Bangsa yang mesti dihormati,
Dikawal hormat ke Taman Pahlawan
Mengapa begitu? Mengapa begitu?
Oh, pemuda angkatan enam puluh enam
Engkau mengerti, engkau mengerti
Tanamlah di atas kuburnya bunga
kemerdekaan dan kemuliaan manusia,
bunga kebenaran dan keadilan
Bung Sjahrir, Bung Sjahrir
Senyumlah, senyumlah terus di haribaan Illahi


11 April 1966

Sumber: Catatan Subversif (1980)

Analisis Puisi:
Puisi "Sejumlah Terus" karya Mochtar Lubis adalah sebuah ungkapan yang penuh kekaguman dan kesedihan terhadap kehilangan sosok tokoh revolusioner, Bung Sjahrir, yang meninggal dunia. Lubis dengan lugas mengungkapkan pertanyaan, keheranan, dan kekecewaan atas bagaimana sosok yang berjasa besar bisa diabaikan dan dianiaya.

Kesedihan dan Tanya: Puisi ini dimulai dengan "Hai, mengapa hari jadi suram, Sedang matahari bersinar terik?" yang menggambarkan kontras antara keadaan suram dengan keadaan cerah secara fisik. Ini merujuk pada perasaan keheranan akan kesedihan yang terjadi meskipun kondisi alam sedang cerah.

Penghormatan terhadap Bung Sjahrir: Lubis mengungkapkan kesedihan yang mendalam atas kehilangan Bung Sjahrir. Penyebutan "Bung Sjahrir tak ada lagi" disertai dengan tangisan dari berbagai lapisan masyarakat: anak-anak, istri, rakyat, dan pemuda yang pernah berjuang bersamanya.

Ketidakadilan dan Pertanyaan: Ada pengungkapan ketidakadilan, pertanyaan, dan kekecewaan atas perlakuan terhadap Bung Sjahrir. Lubis mengekspresikan kekecewaan tentang perlakuan terhadap pahlawan revolusi yang seharusnya dihormati, namun malah dihadapi dengan fitnah dan siksaan.

Pujian dan Penghargaan Setelah Kematian: Lubis menyoroti ironi atas bagaimana penghormatan datang setelah kepergian Bung Sjahrir, yang seharusnya diberikan selama hidupnya. Ada ketidakadilan yang mencolok dalam sikap masyarakat terhadapnya.

Puisi "Sejumlah Terus" karya Mochtar Lubis merupakan ungkapan kekecewaan dan pertanyaan atas perlakuan terhadap Bung Sjahrir, seorang pendekar kemerdekaan yang dihormati setelah meninggal, namun dihadapi dengan siksaan dan ketidakadilan selama hidupnya. Puisi ini mencerminkan kepahitan dan keheranan atas bagaimana orang-orang yang memberikan banyak pengabdian sering kali diabaikan atau dianiaya saat hidup, namun dihormati setelah meninggal. Lubis mengungkapkan rasa tidak puas dan pertanyaan tentang sikap manusia terhadap pahlawan sejati.

Mochtar Lubis
Puisi: Sejumlah Terus
Karya: Mochtar Lubis

Biodata Mochtar Lubis:
  • Mochtar Lubis adalah salah satu penulis puisi, novel, cerpen, penerjemah, pelukis, dan sekaligus jurnalis ternama.
  • Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat.
  • Mochtar Lubis meninggal dunia pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.