Sumber: Selendang Pelangi (2006)
Analisis Puisi:
Puisi "Pasar Minggu, Mei 1998" karya Rayani Sriwidodo adalah sebuah karya yang menggambarkan peristiwa tragis yang terjadi pada bulan Mei 1998 di Jakarta. Dengan nada puitis, penyair menyampaikan kegelisahan batin dan kepanikan yang melanda kota.
Deskripsi Visual Pasar Minggu dan Kondisi Jalanan: Penyair membuka puisi dengan deskripsi visual Pasar Minggu yang "limbung" dan tercekik oleh asap. Gambaran ini menciptakan atmosfer yang gelap dan penuh tekanan. Jalanan yang "mendadak meregang-tegang" menggambarkan keadaan yang mendesak dan tidak pasti.
Ketegangan dalam Keseharian: Dengan menggambarkan jalanan yang "mirip tali nilon," penyair menciptakan gambaran tentang ketegangan dan keseharian yang menjadi rapuh. Desas-desus yang "makin gencar" menunjukkan ketidakpastian dan kecemasan yang melanda.
Gado-Gado Mpok Odah sebagai Medium Informasi: Warung gado-gado Mpok Odah menjadi medium tempat berkumpul dan berbagi informasi. Dialog di warung tersebut memberikan gambaran tentang cepatnya perkembangan situasi dan kekhawatiran yang muncul.
Demonstrasi dan Gelombang Kerusuhan: Deskripsi demonstrasi dan gelombang kerusuhan menghadirkan gambaran kekacauan dan ketidakamanan di Jakarta. Puisi merinci penurunan para demonstran dari truk dan suasana yang tampak siap "mengencingi mall."
Perasaan Gelisah dan Firasat Buruk: Penyair menyampaikan perasaan gelisah dan firasat buruk yang dirasakannya. Meskipun awalnya mencoba untuk menghindari ketegangan, kehadiran demonstran dan suasana yang mengancam menciptakan ketidaknyamanan yang mendalam.
Wajah Serigala sebagai Simbol Kemarahan: Deskripsi wajah serigala yang merah pancar matanya menjadi simbol kemarahan dan kekejaman. Serigala yang menuntut dendam menciptakan gambaran mengerikan yang meresap dalam peristiwa ini.
Tema Kemarahan terhadap Pemimpin: Puisi mengeksplorasi tema kemarahan terhadap pemimpin yang dianggap telanjang dan kehilangan kebesaran. Keputusan pemimpin yang dianggap tidak bijaksana mengundang kemarahan rakyat, dan suasana chaos pun meletus.
Ketidakpastian dan Keputusasaan: Dengan menggambarkan Jakarta yang meronta, langit yang tidak putih, dan serangan teror yang memuncak, puisi menciptakan atmosfer ketidakpastian dan keputusasaan. Semua ini merujuk pada peristiwa tragis yang terjadi pada bulan Mei 1998.
Repetisi Pemandangan Pasar Minggu: Puisi ditutup dengan repetisi pemandangan Pasar Minggu yang limbung dan tercekik oleh asap, memberikan kesan siklus yang terus-menerus dari ketidakpastian dan kegelisahan.
Puisi "Pasar Minggu, Mei 1998" karya Rayani Sriwidodo merupakan karya yang menghadirkan citra-citra yang kuat dan menggambarkan suasana ketidakamanan dan kepanikan selama peristiwa tragis Mei 1998 di Jakarta. Dengan bahasa yang puitis, puisi ini menyampaikan tidak hanya kekacauan fisik, tetapi juga kegelisahan dan rasa keputusasaan di dalam batin masyarakat yang mengalaminya.
Puisi: Pasar Minggu, Mei 1998
Karya: Rayani Sriwidodo
Biodata Rayani Sriwidodo:
- Rayani Lubis lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada tanggal 6 November 1946.
- Rayani Lubis meniadakan marga di belakang nama setelah menikah dengan pelukis Sriwidodo pada tahun 1969 dan menambahkan nama suaminya di belakang namanya sehingga menjadi Rayani Sriwidodo.