Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (1)
maka berguguranlah daun-daun
ketika senyap mencekam
gelap kabut rahasia menyelubung
berguguranlah daun-daun
serta kelelawar mengepakkan sayapnya
hitam kelam
terbaringlah engkau yang jadi korban
kekejaman itu takkan terlupakan!
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (2)
ialah ketika kemanusiaan dihancurluluhkan
pada malam menjelang 1 Oktober
jauh dalam segalanya menjadi samar
tiada Tuhan, tiada manusia bertuhan
ialah ketika suatu keyakinan dipaksakan
demikianlah maka tiada tempat dan waktu diluangkan
tiada seorang mengaduh menyambut kematiannya
perkasa menantang, langkahilah dahulu aku
sebelum pada akhirnya keyakinanmu berakar di sini
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (3)
tanah ini telah bersimbah darah
berulang karena pengkhianatan
cukuplah itu!
Cukuplah pengkhianatan!
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (4)
1 Oktober 1967
berhentilah sejenak kerja
kepada Yang Maha Tinggi
kiranya tempat istirahat yang damai
tersedia bagi mereka yang direnggut paksa
lalu akan keselamatan negeri ini
lalu akan keselamatan bangsa ini
lalu akan keselamatan generasi dan kemanusiaan di sini
sepanjang-panjang usia zaman jagalah
karena pengkhianatan adalah seusia dengan bumi!
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (5)
Akhirnya terima kasih
daun-daun yang gugur jadikanlah pupuk
serta jagalah pohon-pohon muda ini mengembang
teduh tumbuh di bawah kepak sayap yang maha sakti
30 September 1967
Sumber: Angkatan '66 (1968)
Analisis Puisi:
Puisi "Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti" karya M. Poppy Hutagalung menciptakan gambaran yang kuat dan penuh emosi mengenai peristiwa bersejarah pada 1 Oktober 1965 di Indonesia.
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (1)
- Metafora Daun Berguguran: Penyair menggunakan metafora daun-daun yang berguguran untuk menggambarkan kejadian mencekam dan kelam. Gelapnya kabut rahasia menyelubungi suasana, dan kelelawar yang mengepakkan sayapnya menciptakan citra kegelapan dan ketakutan.
- Kekejaman yang Tak Terlupakan: Penggunaan kata "kekejaman" menyiratkan tragedi atau peristiwa yang penuh penderitaan. Penyair menegaskan bahwa kekejaman tersebut tidak akan terlupakan, memberikan dimensi tragis pada pengalaman yang diungkapkan dalam puisi.
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (2)
- Penghancuran Kemanusiaan: Puisi menggambarkan waktu ketika kemanusiaan dihancurluluhkan menjelang 1 Oktober. Penggambaran bahwa pada saat itu tidak ada Tuhan atau manusia bertuhan menciptakan atmosfer kekosongan dan kehilangan nilai-nilai moral.
- Pemberontakan Terhadap Pemaksaan Keyakinan: Penyair mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap pemaksaan keyakinan dan menantang untuk berdiri terlebih dahulu sebelum keyakinan tersebut mengakar. Hal ini menunjukkan semangat pemberontakan terhadap penindasan dan kontrol terhadap keyakinan individu.
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (3)
- Tanah yang Bersimbah Darah: Penyair menciptakan gambaran kepedihan dan pengkhianatan yang terjadi di tanah ini. "Cukuplah pengkhianatan!" merupakan seruan untuk menghentikan siklus pengkhianatan yang merugikan bangsa.
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (4)
- 1 Oktober 1967: Penyair menandai tanggal 1 Oktober 1967 sebagai momen untuk berhenti sejenak dan merayakan tempat istirahat yang damai bagi mereka yang kehilangan nyawa secara paksa. Hal ini menciptakan momen refleksi dan penghormatan terhadap korban.
- Panggilan untuk Menjaga Keselamatan: Panggilan untuk menjaga keselamatan negeri, bangsa, dan generasi di masa depan menciptakan pesan tanggung jawab kolektif untuk melindungi nilai-nilai dan integritas.
Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti (5)
- Terima Kasih kepada Daun-daun yang Gugur: Penyair mengakhiri puisi dengan ucapan terima kasih kepada daun-daun yang gugur, menggambarkan siklus kehidupan dan keberlanjutan. Daun-daun yang gugur dijadikan pupuk, dan pohon-pohon muda yang tumbuh di bawah kepak sayap yang maha sakti menciptakan citra harapan dan regenerasi.
Puisi "Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti" menciptakan narasi yang menyentuh dan menggambarkan peristiwa bersejarah dengan kepedihan dan harapan. Melalui metafora dan ungkapan emosional, penyair berhasil menyampaikan pesan tentang keteguhan, perlawanan terhadap kekejaman, dan harapan akan kehidupan yang baru di bawah perlindungan kekuatan yang maha sakti.
Puisi: Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti
Karya: M. Poppy Hutagalung
Biodata M. Poppy Hutagalung:
- M. Poppy Hutagalung lahir di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1941.
- Setelah menikah dengan penyair A.D. Donggo (pada tahun 1967), namanya menjadi M. Poppy Donggo.
- M. Poppy Hutagalung merupakan salah satu penyair Angkatan 66.