Analisis Puisi:
Simbolisme Peta Dunia di Wajah: Puisi dimulai dengan gambaran anak-anak yang "menggelar peta dunia di wajah" sang penutur puisi. Ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya anak-anak dalam memahami dunia yang berkembang, menemukan kebenaran, dan mencari identitas di tengah urbanisasi yang mewakili kebingungan dan kompleksitas dunia modern.
Pemaknaan Tumpah Menuju Arah yang Tak Menentu: "Ketika rumah menjadi tumpah ke arah yang tak menentu" mencerminkan kemerosotan dan kebingungan di tengah urbanisasi. Hal ini menyiratkan kesulitan dalam menjaga kestabilan dan tradisi di tengah perubahan yang cepat.
Konflik Identitas dan Perubahan: Penggunaan simbol-simbol musik seperti Mozart, Chopin, dan keroncong menggambarkan pergeseran dan perubahan yang terjadi dalam budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai keluarga di tengah urbanisasi modern. Konflik identitas terasa nyata, antara yang tradisional dan modern.
Penggunaan Bahasa Metaforis: Puisi ini menggunakan bahasa yang metaforis, memberikan gambaran keadaan batin dan kegelisahan penutur puisi di tengah perubahan drastis dalam kehidupan keluarga akibat urbanisasi.
Porselin yang Fana dan Menciptakan Gempuran: Penggunaan porselin sebagai metafora menggambarkan ketidakteraturan dan ketidakpastian yang terkait dengan urbanisasi. "Mencopot telinga bersama" mungkin merujuk pada tekanan dari luar yang menyebabkan stres dan kebingungan.
Konflik Antara Tradisi dan Modernitas: Puisi ini menyoroti ketegangan antara kehidupan tradisional dan modern di era urbanisasi, yang terkadang menyebabkan konflik batin dan kehilangan jati diri.
Puisi ini merupakan ekspresi dari perasaan kebingungan, konflik identitas, dan kesulitan dalam menjaga nilai-nilai dan identitas tradisional di tengah perubahan dan modernisasi yang cepat. Simbolisme dan bahasa metaforis digunakan untuk menyampaikan kekacauan dan konflik yang muncul di tengah urbanisasi dan perubahan zaman.