Puisi: Syair Bungong Jeumpa (Karya Dianing Widya Yudhistira)

Puisi "Syair Bungong Jeumpa" karya Dianing Widya Yudhistira menggambarkan keindahan bahasa dan keintiman dalam konteks hubungan antara individu ...
Syair Bungong Jeumpa

Bilamana aku dapat bersalam padamu
seperti engkau menerimaku dengan sebelas jarimu

Saudara — matahari telah kehilangan pagi
seperti kangenku yang membukit, kosong

Ratap ibu kian sempurna
jatuh di ujung malam

Anak-anak telah purna
harapan timbul tenggelam lalu kelam

Bila lukamu abadi,
matahari siapa di langitmu

Tak ada yang bisa kukabarkan
selain harapan yang luruh

Depok, Mei 2003

Analisis Puisi:

Puisi "Syair Bungong Jeumpa" karya Dianing Widya Yudhistira merupakan sebuah karya yang menggambarkan keindahan bahasa dan keintiman dalam konteks hubungan antara individu-individu dan alam semesta.

Keindahan Bahasa dan Citraan

Puisi ini dibuka dengan kalimat introspektif yang mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan personal yang mendalam: "Bilamana aku dapat bersalam padamu / seperti engkau menerimaku dengan sebelas jarimu." Kalimat ini tidak hanya menggambarkan keintiman fisik melainkan juga keintiman emosional yang mendalam, dengan "sebelas jari" sebagai simbol dari keutuhan dan penerimaan.

Kesedihan dan Nostalgia

Puisi ini juga menghadirkan suasana kesedihan dan nostalgia yang mendalam. "Saudara — matahari telah kehilangan pagi / seperti kangenku yang membukit, kosong" menciptakan gambaran tentang kerinduan yang tak terpenuhi dan waktu yang terasa berlalu dengan cepat. Ini juga menyoroti ketidaksempurnaan dan kesendirian yang bisa dirasakan dalam hubungan antar manusia.

Refleksi tentang Keberadaan dan Kehidupan

Dianing Widya Yudhistira mengajukan pertanyaan reflektif dalam puisi ini, terutama dalam bait-bait seperti "Anak-anak telah purna / harapan timbul tenggelam lalu kelam." Ini mengundang pembaca untuk memikirkan perubahan dan siklus kehidupan yang tidak dapat dihindari, serta perjuangan untuk mempertahankan harapan di tengah-tengah kegelapan.

Kehampaan dan Pencarian Makna

Puisi ini mengakhiri dengan sebuah kesan dari kehampaan dan pencarian makna yang abadi: "Bila lukamu abadi, / matahari siapa di langitmu / Tak ada yang bisa kukabarkan / selain harapan yang luruh." Bait-bait ini menekankan pada kerentanan manusia di hadapan waktu dan keadaan yang tidak dapat diubah, namun juga menawarkan sebuah panggilan untuk tetap memelihara harapan meskipun dalam kondisi yang sulit.

Puisi "Syair Bungong Jeumpa" adalah sebuah puisi yang menampilkan keindahan bahasa dan gambaran yang mendalam tentang kehidupan, keintiman, dan kerentanan manusia. Dianing Widya Yudhistira menggunakan bahasa yang kaya akan imaji dan suasananya yang puitis untuk mengeksplorasi tema-tema seperti kerinduan, kesedihan, dan pencarian makna dalam kehidupan. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang keberadaan mereka sendiri dan hubungan mereka dengan dunia di sekitar mereka, dengan menawarkan lapisan-lapisan makna yang mendalam dan introspektif.

Puisi: Syair Bungong Jeumpa
Puisi: Syair Bungong Jeumpa
Karya: Dianing Widya Yudhistira

Biodata Dianing Widya Yudhistira:
  • Dianing Widya Yudhistira adalah seorang sastrawati Indonesia.
  • Dianing Widya Yudhistira lahir di Batang, Jawa Tengah, pada tanggal 6 April 1974.
© Sepenuhnya. All rights reserved.