Puisi: Menatap Bendera dalam Gerimis (Karya Wahyu Prasetya)

Puisi "Menatap Bendera dalam Gerimis" karya Wahyu Prasetya menggambarkan perenungan mendalam tentang sejarah, identitas, dan ketidakpastian dalam ...
Menatap Bendera dalam Gerimis

kelembutan waktu yang melahirkan seribu musim dan sejarah
dalam masa lalu yang dicucuri airmata dari segala orang.
saat teror, darah yang mudah dilupakan, bahkan kematian,
lalu tiba kami memandang pembangunan gedung, hotel, golf...
sejarah ternyata tak cengeng,
walau dikelilingi nasib sial dan pengkhianatan
kami menatap langit luas dengan lambaian bendera,
bersama gerimis
yang dijelmakan oleh celoteh 180 juta anak anak

tempatku ngomong kadang di tengah malam yang ngantuk
tanpa kalimat panjang apalagi bahasa yang benar.
orang-orang merdeka,
menelponku lewat telpon genggam dan faximile:
surat kabar dicetak dengan huruf huruf: laba
maka seratus gedung sekolah dasar di pelosok IDT
roboh
diruntuhkan oleh kenyataan dan tipudaya kebenaran siapa

menatap bendera dalam gerimis kedua mata anak istri
dan orang orang yang hidup sebagai diriku.
sebagai korek api yang seakan-akan diyakini
segera menjelma kebakaran di kampung halaman Jakarta
merdeka!
aku terbakar dalam ketakpahaman pikiran sendiri
ada yang sia-sia harus dituliskan oleh sebatang besi!

1995

Sumber: Gerbong (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Menatap Bendera dalam Gerimis" karya Wahyu Prasetya adalah sebuah karya yang menggambarkan perenungan mendalam tentang sejarah, identitas, dan ketidakpastian dalam kehidupan. Melalui imajinasi yang kuat dan bahasa yang kaya, Prasetya menggambarkan suasana yang penuh dengan kontradiksi dan ketegangan.

Tema Utama

  • Sejarah dan Identitas: Puisi ini merenungkan tentang perjalanan sejarah dan bagaimana hal itu membentuk identitas individu dan masyarakat. Dengan menyebutkan masa lalu yang penuh dengan tragedi dan kekejaman, Prasetya mengajukan pertanyaan tentang bagaimana kita memandang diri kita sendiri dalam konteks sejarah yang kompleks.
  • Nasionalisme dan Kebanggaan: Meskipun dihadapkan pada kenyataan yang pahit dan tipudaya, pembicara dalam puisi ini tetap merasa terikat pada simbol-simbol nasional seperti bendera. Ada kebanggaan yang terus tumbuh, meskipun di tengah ketidakpastian dan kebingungan.
  • Ketidakpastian dan Pencarian Makna: Puisi ini mencerminkan ketidakpastian akan masa depan dan kebingungan akan arti hidup. Bahkan di tengah ketidakpahaman pikiran sendiri, ada keinginan yang kuat untuk menemukan makna dan melanjutkan perjalanan.

Gaya Bahasa

  • Imajinatif dan Simbolis: Prasetya menggunakan bahasa yang kaya dengan imajinasi yang kuat, menciptakan gambar-gambar yang kuat dan simbol-simbol yang mendalam. Gerimis yang digambarkan dapat diartikan sebagai lambang dari kehidupan yang penuh dengan kesulitan dan ketidakpastian.
  • Kontras dan Ironi: Puisi ini memperlihatkan kontras antara kelembutan gerimis dengan kerasnya realitas kehidupan. Ironi muncul dalam gambaran tentang pembangunan gedung dan hotel di tengah-tengah sejarah yang penuh dengan tragedi dan penderitaan.
Puisi "Menatap Bendera dalam Gerimis" adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk merenung tentang sejarah, identitas, dan ketidakpastian dalam kehidupan. Dengan menggabungkan gambaran yang kuat dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis, Prasetya menghadirkan sebuah puisi yang mendalam dan memprovokasi pemikiran. Melalui pengamatan yang jujur dan introspeksi yang tajam, puisi ini menantang pembaca untuk memikirkan peran mereka dalam membentuk masa depan yang lebih baik.

Wahyu Prasetya
Puisi: Menatap Bendera dalam Gerimis
Karya: Wahyu Prasetya

Biodata Wahyu Prasetya:
  • Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto (akrab dipanggil Pungky) lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.
  • Wahyu Prasetya meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 (pada umur 61).
© Sepenuhnya. All rights reserved.