Puisi: Anakku Menulis Merdeka atau Mati (Karya Wahyu Prasetya)

Puisi: Anakku Menulis Merdeka atau Mati Karya: Wahyu Prasetya
Anakku Menulis Merdeka atau Mati


Dengan cat semprot anakku menulis di dinding-dinding rumah
kalimat yang ia pilih dari buku tulis sejarah sekolah dasarnya
warna merah yang melukiskan masa lampau pekikan
ada luka parah, da khianat, ada timbunan tentara, petani...
peperangan akan selalu direncanakan dari pikiran sebuah rumah
maka ia mengecatnya,
"merdeka atau mati"
lalu teman-temannya pun menambahkan beberapa kata-kata,
"viva iwan fals!"

dari sebuah dinding rumah, sejuta senjata dan calon korban dicatat
bahkan ada pula yang berani menyemprotnya dengan cat merah, jari-jari anak-anakku
apakah beda kemerdekaan ini dengan ketulusan tentang mati
apalah arti letusan di benua dengan 350 tahun yang menggilas kita
Indonesia adalah sebuah peta yang pernah diperdaya oleh ranjau intrik, bom dan kasak kusuk,
"merdeka atau mati"
Lalu aku pun menyisipkan kata-kata juga
"hidup ibu hidup bapak hidup dada hidup dedy"
malampun menyisakan bauan tinner dan huruf melotot
biarlah
Kemerdekaan yang kami syukuri dalam rumah sederhana ini
hanya huruf, kalimat dan bahasa cata semprot
dan jari jari anak anakku yang mengutip ingatan buku tulis sejarahnya
esok ia akan membacanya keras-keras, hallo indonesia?
hallo Kemerdekaan siapa?


Malang, 1 Mei 1995

Wahyu Prasetya
Puisi: Anakku Menulis Merdeka atau Mati
Karya: Wahyu Prasetya

Biodata Wahyu Prasetya:
  • Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto (akrab dipanggil Pungky) lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.
  • Wahyu Prasetya meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 (pada umur 61).

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Amsal Tugudiserahkan waktu batu yang ibuku menunggumenatap war-wer yang membawa ayat istri anak-anakkupenengadah memanjat hikmahtujuh kembang tujuh persimpangandibasuhnya kening di…
  • Amsal Tepi Kali Codeada saja harapan yang melereng di tebing atau riakpedih coklat dan bahagia mengapung lebih setiamenganyam duka pada batu kecupak nyeri lumut dadakuTuhan, bergol…
  • Amsal Los Pasar(antara ngasem – beringharjo)ya langkah itu ke itu juga menemani teriktak lagi menghindari matahari di saku celanadan gemuruh sejuta kota yang berebutan di dadateria…
  • Muka (IV)matahari masih datarmenyelinap di sela ilalangEngkau mengangkat pijar bayang bayangseketika bibir merupasama terkatupdoa tipistebaran kabut memburamkan kerlingmumengaburka…
  • Belajar Membaca HutanSejak aku bisa membaca kitabmu tentang kebajikan alam.Hidup dan kematian, aku begitu riang menjalani tepian hutanSampai ke palung dan luncuran tebing batu lumu…
  • Stamboel DewiJaman yang kini meminta museum untuk dikenang, menguburSeribu gramofon dan babak tonil dalam dunia. Saat asiaMeluncur dalam iklan serta lipstick untuk merangsangku,Kam…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.