Puisi: Tersesat di Hutan Itu (Karya Dianing Widya Yudhistira)

Puisi "Tersesat di Hutan Itu" karya Dianing Widya Yudhistira menghadirkan gambaran tentang kegelapan emosional dan pertanyaan eksistensial yang ...
Tersesat di Hutan Itu

Seikat sunyi menasbihkan gelisah
Usai percakapan singkat dan melelahkan itu
"senja selalu mengerikan," ucapmu luruh
seperti anyir mayat ikan tergeletak di atas batu

Usah nyalakan lilin di kamar
Kau meracau, membenci wajah sendiri
yang terpantul di dinding gelas
kemudian memintalmu dalam gelap

Sekali kau bernyawa
bila tersesat di hutan itu
usah bersedih, sebab Tuhan tahu
bukan jalan itu yang kau inginkan

Depok, Oktober 2003

Analisis Puisi:

Puisi "Tersesat di Hutan Itu" karya Dianing Widya Yudhistira menghadirkan gambaran tentang kegelapan emosional dan pertanyaan eksistensial yang dialami oleh penyair. Melalui penggunaan imaji yang kuat dan bahasa yang menggugah, Yudhistira mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kegelapan batin dan ketidakpastian dalam hidup.

Sunyi dan Gelisah

Puisi ini dimulai dengan "seikat sunyi menasbihkan gelisah," menggambarkan perasaan kesunyian yang dalam yang memperburuk rasa gelisah. Kata-kata ini menciptakan suasana yang tegang dan penuh kekhawatiran, merujuk pada keadaan emosi yang tidak stabil atau penuh ketidakpastian.

Senja yang Mengerikan

"Senja selalu mengerikan," ujaran yang meresap dalam puisi ini, menambahkan lapisan gelap dan mencekam. Senja, yang sering dianggap sebagai waktu transisi dari siang ke malam, di sini digambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyeramkan. Hal ini mungkin merujuk pada ketidaknyamanan atau ketakutan tersembunyi dalam kegelapan pikiran.

Refleksi dalam Gelap

Pada bagian berikutnya, puisi menyoroti "usaha nyalakan lilin di kamar," yang dapat dipahami sebagai upaya untuk menemukan cahaya atau jalan keluar dari kegelapan emosional. Namun, penyair malah "meracau, membenci wajah sendiri yang terpantul di dinding gelas." Ini menunjukkan konflik internal yang dalam, di mana refleksi diri membawa rasa tidak puas atau bahkan penolakan terhadap diri sendiri.

Tersesat di Hutan

Gagasan tersesat di hutan menjadi metafora yang kuat dalam puisi ini. Meskipun secara harfiah bisa mengacu pada kebingungan fisik dalam alam, dalam konteks puisi, hal ini lebih menggambarkan kehilangan arah dalam hidup atau kebingungan dalam menjalani eksistensi. "Sekali kau bernyawa, bila tersesat di hutan itu," menawarkan refleksi bahwa Tuhan mungkin tahu jalan yang sebenarnya di luar dari kebingungan ini, meskipun penyair mungkin merasa terjebak dalam kegelapan dan kesendirian.

Puisi "Tersesat di Hutan Itu" oleh Dianing Widya Yudhistira adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang kegelapan emosional dan ketidakpastian dalam hidup. Dengan imaji-imaji yang kuat seperti senja yang mengerikan, refleksi dalam gelap, dan metafora tersesat di hutan, Yudhistira mengajak pembaca untuk merenungkan tentang tantangan-tantangan batin yang dialami dalam menjalani kehidupan. Puisi ini menawarkan pemahaman yang mendalam tentang perjuangan eksistensial dan upaya untuk mencari makna di tengah-tengah kegelapan yang melingkupi.

Puisi: Tersesat di Hutan Itu
Puisi: Tersesat di Hutan Itu
Karya: Dianing Widya Yudhistira

Biodata Dianing Widya Yudhistira:
  • Dianing Widya Yudhistira adalah seorang sastrawati Indonesia.
  • Dianing Widya Yudhistira lahir di Batang, Jawa Tengah, pada tanggal 6 April 1974.
© Sepenuhnya. All rights reserved.