Puisi: Surat dari Bunda (Karya Djawastin Hasugian)

Puisi "Surat dari Bunda" karya Djawastin Hasugian menggambarkan hubungan emosional antara seorang ibu dan anaknya yang merantau.
Surat dari Bunda

anak gunung ini di pantai
atau lagi melayari laut tak menepi
adakah engkau sendiri?

kini tiba musim menuai
lembahmu sibuk hiruk-pikuk
padi runduk tunduk
musim kemarau butiran masak.

inang seharian di ladang
senang hati melihat padi
butiran besar berbiur-biur
teguh hatiku akan hasilnya

lihat Ani tahun ini, kau
tak usah takut adik-adikmu lapar
sekolahmu akan terbengkalai
dataran kelabu cukup mulia untuk kita.

orang kota boleh tertawa
lepas takutnya dari keloparan
hasil kami ke kota datangnya buat mereka
kami hanya butuh cangkul dan kain hitam
untuk kerja tahun depan.

amangmu kini dirikan lumbungbeser
tiga kali setingginya,
tahukan kamu apa katanya?

alangkah gembira hatinya kalau
siani melihat hasil kita
sangat bahagia kalau dia ada,
ani aalah penyinta dataran kelabu
lembah dan gunung aalah darahnya
tahukah inang apa lagunya waktu menyangkul dulu?

kalau angin pergi ke timur apakah dilihatnya
hendak kemanakah ia?
kalau elang terbang tinggi
apa benarkah dilihatnya?
tanah kelabu pusakaku
sejak dulu dari nenek dari nenekku
tempat segala duka tertumpah
tempat ibuku menangis tertawa
selamat tinggal, selamat tinggal
kelabu tercinta aku akan merantau
ke pantai, ke pulau, ke laut di segala tuju.

tahukah ibu apa tulisnya pada adiknya?
adikku, adakah kau seperti dulu
lincah berlari halau kerbau
masihkah rimbun rumpunan bambu
masikah kepimping ramai terjuntai
tempat kita bermain dulu?
adikku manja jangan berduka
karena gembala pergi mengembara
musim panen puncak gembira.

kalau kau dengar,
rumpun bambu bersiut lagu
kepimping ringsut berbisik-bisik
k'rimkan aku lagu kelabu
tiupkan di angin seruling bambu
lagu tercinta menyangkul dulu

anakku bukan kerinduan benar panggilmu pulang
hanya kalau pantai telah kau susuri
pulau dan laut kau jelajahi
butiran ilmu telah kau dapati
bawa oleh-oleh buat kelabu

kini musimnya tiba
panen puncak gembira
tahun depan mesti berlipat ganda
yang katamu untuk bangsa.

Rawamangun, Desember 1962

Sumber: Mimbar Indonesia (Februari/Maret, 1964)

Catatan:
Amang (bahasa batak) = bapak
Inang = ibu

Analisis Puisi:

Puisi "Surat dari Bunda" karya Djawastin Hasugian adalah sebuah karya yang menggambarkan hubungan emosional antara seorang ibu dan anaknya yang merantau. Dengan latar belakang pedesaan yang kaya dengan kegiatan agraris, puisi ini menyentuh tema kerinduan, kebanggaan, dan harapan akan masa depan.

Tema Sentral

Tema utama dalam puisi ini adalah hubungan keluarga, terutama ikatan antara ibu dan anak, serta kerinduan akan kampung halaman. Puisi ini juga menggambarkan kerja keras di ladang, harapan untuk masa depan yang lebih baik, dan kebanggaan atas hasil panen.

Imaji dan Penggunaan Bahasa

Penyair menggunakan imaji yang sangat kuat untuk menggambarkan kehidupan di pedesaan dan hubungan emosional antar anggota keluarga. Frasa seperti "anak gunung ini di pantai / atau lagi melayari laut tak menepi" dan "padi runduk tunduk / musim kemarau butiran masak" menciptakan gambaran yang hidup tentang lingkungan dan suasana pedesaan. Bahasa yang digunakan sederhana namun penuh makna, menciptakan narasi yang kuat dan menyentuh.

Struktur dan Nada

Puisi ini terdiri dari dua belas bait yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan di desa dan perasaan yang dirasakan oleh ibu yang menulis surat kepada anaknya. Nada puisi ini adalah nada keibuan yang penuh kasih sayang, kerinduan, dan kebanggaan. Ini terlihat dalam penggunaan kata-kata seperti "inang seharian di ladang / senang hati melihat padi" dan "alangkah gembira hatinya kalau / siani melihat hasil kita".

Pesan Sosial dan Kemanusiaan

Puisi ini juga membawa pesan sosial yang kuat tentang pentingnya kerja keras dan dedikasi dalam kehidupan agraris. Penyair menggambarkan bagaimana hasil panen di desa penting bagi kehidupan kota, namun orang-orang desa hanya membutuhkan alat sederhana seperti cangkul dan kain hitam untuk bekerja di tahun berikutnya. Ini mencerminkan ketangguhan dan kesederhanaan hidup di pedesaan.

Kerinduan dan Harapan

Kerinduan sang ibu terhadap anaknya yang merantau tercermin dalam banyak bait puisi ini. Ia mengekspresikan harapannya agar anaknya berhasil dalam perjalanan dan membawa kembali ilmu yang berguna untuk kampung halamannya. Harapan ini terlihat dalam baris "anakku bukan kerinduan benar panggilmu pulang / hanya kalau pantai telah kau susuri / pulau dan laut kau jelajahi / butiran ilmu telah kau dapati".

Puisi "Surat dari Bunda" karya Djawastin Hasugian adalah sebuah karya yang menggambarkan hubungan emosional yang dalam antara ibu dan anaknya. Dengan imaji yang kuat, bahasa yang sederhana namun penuh makna, dan nada keibuan yang penuh kasih sayang, puisi ini menyampaikan pesan tentang kerinduan, kebanggaan, dan harapan. Puisi ini juga mencerminkan ketangguhan dan kesederhanaan hidup di pedesaan serta pentingnya kerja keras dan dedikasi dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, "Surat dari Bunda" adalah sebuah karya yang menyentuh hati dan mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai keluarga, kerja keras, dan harapan akan masa depan.

Puisi: Surat dari Bunda
Puisi: Surat dari Bunda
Karya: Djawastin Hasugian

Biodata Djawastin Hasugian:
  • Djawastin Hasugian lahir di Sigalapang-Pakkat, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pada tahun 1943.
© Sepenuhnya. All rights reserved.