Puisi: Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna (Karya Umbu Landu Paranggi)

Puisi "Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna" karya Umbu Landu Paranggi menggambarkan suasana di Stasiun Gambir di Jakarta serta ....
Stasiun Gambir Jakarta,
Menanti Pagi Sempurna

Kabut terakhir,
           perlahan surut ke arah barat
merecikkan sosok sunyi,
          di bangku tunggu yang berangin
sejauh itu jua percakapan,
          meresonansi di rahang ruang sendat
stasiun di mana kota jantungmu di mana
          menjanjikan segala pertarungan

Bersiap-siaplah, berdamai dengan hati
          masuk suaramu, tebaran mega biru
memburu fajar di mana,
          pelintasan membayangi pelintasan
pergumulan akan dimulai lagi
          segala padang kristal gemuruh adegan
sekian cerita, kenangan dan gigi waktu
          memahat-mahat siang malammu segera
terjaring langkahmu dalam pusaran jakarta

Jakarta, Oktober 1969

Sumber: Tonggak 3 (1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna" karya Umbu Landu Paranggi adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan suasana di Stasiun Gambir di Jakarta serta refleksi tentang hidup dan kota besar itu sendiri.

Kabut Terakhir: Puisi ini dimulai dengan gambaran kabut yang perlahan-lahan surut ke arah barat. Kabut adalah simbol kerancuan dan ketidakpastian, dan surutnya kabut bisa diartikan sebagai awal dari penyingkapan atau pemahaman lebih lanjut tentang kota Jakarta.

Bangku Tunggu: Bangku tunggu yang berangin adalah setting tempat yang menciptakan suasana tenang dan kesendirian. Ini adalah tempat di mana penyair menunggu, mengamati, dan merenungkan kota yang sibuk dan gemerlap sekitarnya.

Stasiun Gambir dan Jakarta: Stasiun Gambir di Jakarta adalah pusat perjalanan bagi banyak orang yang datang dan pergi dari kota ini. Puisi ini merujuk pada Jakarta sebagai "kota jantungmu" yang menjanjikan segala pertarungan dan peluang. Jakarta dianggap sebagai kota yang penuh perjuangan dan persaingan.

Bersiap-siap dan Berdamai dengan Hati: Puisi ini mengajak pembaca untuk bersiap-siap menghadapi kota yang sibuk dan keras. "Berdamai dengan hati" mungkin merujuk pada kesiapan emosional untuk menghadapi kehidupan yang tidak selalu mudah di kota metropolitan.

Tebaran Mega Biru: Mega biru bisa merujuk pada langit yang mulai terang seiring pagi yang datang. Ini adalah momen perubahan dari malam ke pagi yang baru, dan juga bisa diartikan sebagai momen harapan dan kesegaran yang baru.

Pergumulan Adegan: Puisi ini menciptakan gambaran pergumulan yang akan dimulai kembali. Pergumulan ini dapat mencakup berbagai aspek kehidupan di kota besar, seperti pekerjaan, persaingan, dan tantangan lainnya.

Padang Kristal Gemuruh: Ini adalah deskripsi yang kuat tentang kesibukan dan kebisingan kota. Padang kristal gemuruh menciptakan citra kehidupan perkotaan yang sibuk dan berwarna.

Langkah dalam Pusaran Jakarta: Penutup puisi ini menggambarkan pengalaman penyair yang terjaring dalam pusaran kehidupan Jakarta. Ini adalah gambaran tentang bagaimana kota ini mengambil alih, menggetarkan, dan memengaruhi individu yang datang untuk menjalani hidup di dalamnya.

Puisi "Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna" menciptakan citra yang kuat tentang Jakarta, dengan segala kehidupan dan dinamikanya. Ini adalah refleksi tentang bagaimana sebuah kota besar bisa memengaruhi individu dan bagaimana individu tersebut bersiap untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan perkotaan.

Umbu Landu Paranggi dan Emha Ainun Nadjib
Puisi: Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna
Karya: Umbu Landu Paranggi

Biodata Umbu Landu Paranggi:
  • Umbu Landu Paranggi lahir pada tanggal 10 Agustus 1943 di Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur.
  • Umbu Landu Paranggi meninggal dunia pada tanggal 6 April 2021, pukul 03.55 WITA, di RS Bali Mandara.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.