Analisis Puisi:
Puisi "Kertas Merah Jambu" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang penuh dengan ekspresi emosional dan melankolis, mengajak pembaca untuk menyelami dunia perasaan yang kompleks, penuh rindu, kehilangan, dan kenangan masa lalu. Dalam puisi ini, Gunoto menggunakan metafora "kertas merah jambu" untuk menggambarkan ruang pribadi dan batin yang penuh dengan emosi yang tumpah, tercurahkan melalui kata-kata, dan menghubungkan pembaca dengan perasaan mendalam yang tersembunyi dalam diri.
Kertas Merah Jambu: Simbol Kehidupan yang Penuh Warna dan Perasaan
Kertas merah jambu dalam puisi ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat menulis atau alat ekspresi, melainkan juga sebagai simbol dari perasaan dan kehidupan itu sendiri. Warna merah jambu yang lembut menggambarkan suasana hati yang penuh dengan rasa cinta, keindahan, namun juga kesedihan. Kertas ini menjadi wadah untuk menuangkan segala perasaan yang sulit diungkapkan melalui kata-kata biasa. Melalui puisi ini, Gunoto ingin menunjukkan bahwa perasaan, meskipun terkadang sulit untuk dijelaskan, selalu memiliki tempat untuk disampaikan, bahkan jika itu hanya dengan selembar kertas.
Aroma Arumdalu dan Degup Cinta Nan Rindu
Di bait pertama, Gunoto menulis tentang aroma arumdalu, sebuah tanaman yang terkenal dengan baunya yang harum. Arumdalu di sini menjadi metafora untuk perasaan cinta yang mendalam. Cinta dan rindu, yang digambarkan dengan "degup" di puisi ini, menggambarkan ketegangan batin yang datang dari keinginan yang tak terungkapkan. Dengan menggunakan kata "aroma arumdalu", Gunoto menyiratkan bahwa cinta dan rindu itu memiliki bau khas yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang sedang terjebak dalam perasaan tersebut. Baunya tidak dapat dilihat, tetapi bisa "dihirup" dan "dirasakan" dalam batin, seolah ada jejak cinta yang tercium, meskipun tidak dapat dijangkau dengan indera.
Bait ini menggambarkan betapa dalamnya perasaan yang dirasakan oleh pembicara, hingga kata-kata menjadi tak cukup. Cinta dan rindu menjadi sesuatu yang tak terkatakan, meskipun mereka terus berdetak dalam dada. Puisi ini menunjukkan bagaimana perasaan bisa melampaui batas kata-kata yang ada.
Kehilangan Kosakata: Ketidakmampuan Mengungkapkan Perasaan
Pada bait kedua, Gunoto menulis, "aku kehilangan kosakata", yang mencerminkan betapa sulitnya mengungkapkan perasaan yang mendalam. Kehilangan kosakata di sini berarti bahwa meskipun ada perasaan yang kuat dalam hati, kata-kata tidak bisa mengungkapkan dengan sempurna. "Gundah dan alpa takterkira" menggambarkan kegundahan yang tak terhingga, perasaan kosong dan kebingungan yang tak dapat diungkapkan, sehingga menambah kesan kesulitan dalam menemukan cara untuk menyampaikan perasaan yang sebenarnya.
Frasa "kangen berlarat pun bikin kelu" menggambarkan bagaimana rasa rindu yang terus-menerus bisa menimbulkan perasaan terhimpit dan kekosongan, yang pada akhirnya membuat seseorang merasa terdiam atau terkulai, tak mampu berkata-kata. Ini adalah deskripsi tentang bagaimana rasa rindu bisa mempengaruhi seseorang hingga mereka merasa tak mampu berbuat banyak, seperti terperangkap dalam emosi yang membelenggu.
Jejak Lelaki Gulana: Kenangan yang Terpendam dalam Diri
Pada bait ketiga, Gunoto menciptakan gambaran seorang lelaki yang sedang dilanda kegundahan dan kesedihan. "Lelaki gulana" mengacu pada seseorang yang sedang merasakan kepahitan hidup, yang melalui berbagai peristiwa pahit. Kata "mengenyam nasib pahit empedu" memberikan gambaran tentang pengalaman hidup yang penuh dengan penderitaan dan kesulitan. Lelaki ini menyimpan rasa kesal dan kepedihan yang begitu dalam, yang terus membara, meskipun ia berusaha menahannya.
"Rasa kingkin membara" merujuk pada perasaan yang membara dalam dada, sejenis gejolak batin yang terus mengusik meskipun sudah berusaha disembunyikan. Puisi ini menggambarkan betapa dalamnya luka batin seorang lelaki yang mengalami kegagalan atau kekecewaan, yang masih membara meskipun waktu berlalu.
Kertas Merah Jambu: Ruang untuk Meresapi Kenangan
Secara keseluruhan, puisi "Kertas Merah Jambu" adalah gambaran yang sangat kuat tentang perasaan yang bertumpuk dan tak terucapkan. Gunoto Saparie dengan indah menggambarkan betapa hati yang penuh dengan cinta, rindu, dan kenangan dapat begitu kuat, hingga kata-kata tidak bisa mencakup semua perasaan itu. Kertas merah jambu menjadi saksi bisu dari perasaan-perasaan tersebut, tempat untuk menulis segala yang tak bisa diungkapkan dalam percakapan sehari-hari.
Melalui puisi ini, Gunoto mengajak pembaca untuk merenungkan kembali perasaan mereka sendiri, bagaimana kenangan-kenangan lama dan perasaan-perasaan yang terpendam sering kali tetap membara di dalam hati. Puisi ini tidak hanya menyuarakan kesedihan, tetapi juga memberi ruang bagi pembaca untuk meresapi perasaan-perasaan yang mendalam—perasaan yang kadang-kadang hanya bisa disampaikan melalui seni, terutama puisi.
Puisi "Kertas Merah Jambu" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang kaya dengan emosi dan simbolisme. Melalui penggunaan metafora seperti "kertas merah jambu", "aroma arumdalu", dan "rasa kingkin membara", puisi ini menggambarkan kompleksitas perasaan manusia—dari cinta dan rindu hingga kesedihan dan kenangan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam hidup, tidak selalu ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan, dan kadang-kadang, perasaan tersebut hanya bisa diungkapkan melalui seni, yang dalam hal ini adalah puisi. Dengan cara ini, puisi Kertas Merah Jambu memberi kita ruang untuk merenung dan meresapi perasaan yang ada di dalam diri kita.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019).
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.