Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hongkong (Karya Karno Kartadibrata)

Puisi “Hongkong” karya Karno Kartadibrata bercerita tentang seorang gadis muda yang mengayuh tongkang di tengah malam dan hujan di Hongkong, dengan ..
Hongkong

Kelam di luar restoran
terdengar suling
dan aliran sungai
bisikan dalam tongkang

Gadis yang malang!
mengayuh di tengah hujan
ikut arus
terbawa malam

Nanti impian akan tiba juga
kelipan bintang
menaburi restoran.

Alangkah lama! Katamu yang menggigil kedinginan
Ya, alangkah lama ...

1978

Sumber: Picnic (2009)

Analisis Puisi:

Puisi "Hongkong" karya Karno Kartadibrata menghadirkan sebuah potret lirih tentang keterasingan, ketabahan, dan harapan yang menggantung di tengah realitas keras kehidupan urban. Dengan latar suasana malam yang dingin dan sunyi, puisi ini menggambarkan nasib seorang gadis yang "malang", membawa beban kehidupan di negeri orang. Lewat puisi ini, penyair menyingkap sisi kemanusiaan yang rapuh dan penuh kerinduan di tengah kilau modernitas kota.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keterasingan dan harapan dalam penderitaan. Digambarkan seorang gadis malang yang mengayuh tongkang di tengah hujan dan malam, simbol dari perjuangan hidup yang sepi dan berat, namun tetap menyimpan secercah harapan di ujung malam. Tema ini juga memuat unsur realitas migrasi dan kerja keras kaum perempuan, yang kerap menjadi tulang punggung keluarga jauh dari tanah air.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan realitas keras para pekerja migran, khususnya perempuan, yang menjalani hidup di negeri asing dengan beban fisik dan emosional. "Gadis yang malang" dapat ditafsirkan sebagai simbol dari mereka yang terjebak dalam sistem ekonomi dan sosial yang tidak adil. Namun di tengah penderitaan itu, tetap ada keyakinan akan hadirnya impian dan kebahagiaan: "Nanti impian akan tiba juga".

Makna lain yang tersirat adalah kerapuhan manusia saat berada di bawah tekanan sosial dan ekonomi, serta kerinduan akan kehangatan yang tak kunjung datang — terwakili oleh kata "menggigil kedinginan".

Puisi ini bercerita tentang seorang gadis muda yang mengayuh tongkang di tengah malam dan hujan di Hongkong, dengan latar suara suling, aliran sungai, dan keremangan malam kota. Suasana restoran yang diterangi bintang menjadi kontras dengan kondisi si gadis yang dingin dan malang. Dalam narasi yang sederhana namun simbolik ini, penyair menggambarkan konflik antara kesendirian dan harapan, antara kerja keras dan mimpi yang ditunggu.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi sunyi, dingin, dan melankolis. Ada nuansa keasingan yang tajam, tercermin dari deskripsi "kelam", "hujan", dan "menggigil kedinginan". Namun di tengah kelam itu, penyair menyisipkan harapan melalui "kelipan bintang" dan "impian yang akan tiba juga".

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan moral dari puisi ini adalah bahwa meski hidup terasa berat dan asing, harapan tidak boleh padam. Kerasnya hidup tidak berarti akhir dari segalanya. Penyair juga tampaknya ingin menyuarakan empati kepada mereka yang hidup dalam penderitaan sunyi — terutama perempuan pekerja migran — dan mengajak pembaca untuk tidak melupakan sisi kemanusiaan dari kisah-kisah yang jarang terdengar.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan auditori yang menguatkan suasana:
  • Visual: "kelam di luar restoran", "gadis mengayuh di tengah hujan", "kelipan bintang menaburi restoran" — menciptakan kontras tajam antara kesunyian dan kemewahan kota.
  • Auditori: "terdengar suling dan aliran sungai, bisikan dalam tongkang" — menghadirkan suara-suara yang mempertegas kesepian malam.
Semua imaji ini membangun latar yang nyata dan puitis, sekaligus menyampaikan emosi kesendirian dan kerinduan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: "kelipan bintang menaburi restoran" — seolah bintang memiliki kehendak untuk menyinari tempat tertentu.
  • Metafora: "mengayuh di tengah hujan" — bisa dipahami bukan hanya secara harfiah, tapi juga sebagai simbol perjuangan melawan kesulitan hidup.
  • Repetisi: Kalimat "alangkah lama!" diulang, memberi efek dramatis pada perasaan menunggu atau mengharapkan sesuatu yang tak kunjung datang.
Puisi “Hongkong” karya Karno Kartadibrata adalah cermin lirih dari realitas sosial yang penuh luka: keterasingan, penderitaan, dan harapan di tengah gemerlap dunia modern. Dengan penggunaan imaji yang halus dan suasana yang dalam, penyair berhasil mengajak pembaca merenung — bahwa di balik cahaya kota yang terang, ada banyak cerita sunyi yang tak terdengar, menunggu untuk didengar dan dipahami.


Karno Kartadibrata
Puisi: Hongkong
Karya: Karno Kartadibrata

Biodata Karno Kartadibrata:
  • Karno Kartadibrata lahir pada tanggal 10 Februari 1945 di Garut, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.