Puisi: Hari (Karya Kuntowijoyo)

Puisi "Hari" karya Kuntowijoyo memanfaatkan elemen-elemen kehidupan sehari-hari yang diolah dengan sentuhan puitis, menciptakan suasana yang ....
Hari

Rangkaian bunga dari lampu neon
Di sekitar meja berenda impian pagi
Memantulkan bening
Sepatu yang mengetuk lantai
Musik memainkan buah apel
Yang belum habis dibagi
Senja menyongsong terompet
Bagai bibir lembut membisik
Mengabaikan lilin sudah dipasang.
Di jendela yang lain
Seseorang sedang mengharap napasnya berhenti
Pada detik yang sama. Mencekik leher sendiri
Tangan hari yang ajaib
Menampung banyak warna.

Analisis Puisi:

Puisi "Hari" karya Kuntowijoyo adalah sebuah karya yang menggabungkan imaji-imaji modern dengan refleksi eksistensial. Puisi ini memanfaatkan elemen-elemen kehidupan sehari-hari yang diolah dengan sentuhan puitis, menciptakan suasana yang mendalam dan penuh makna.

Simbolisme dan Imaji

Puisi ini kaya akan simbolisme dan imaji yang menciptakan visualisasi yang kuat dalam benak pembaca. Baris “Rangkaian bunga dari lampu neon” menggabungkan keindahan alam dengan elemen modern, memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan sehari-hari dipenuhi dengan sentuhan teknologi yang sering kali mengabaikan keindahan alami.

“Di sekitar meja berenda impian pagi, Memantulkan bening” menggambarkan suasana pagi yang penuh harapan dan kesegaran. Meja berenda melambangkan keanggunan dan keindahan, sementara impian pagi mencerminkan awal baru yang penuh kemungkinan.

Konflik dan Dualitas

Puisi ini juga menunjukkan dualitas dan konflik dalam kehidupan manusia. “Senja menyongsong terompet, Bagai bibir lembut membisik, Mengabaikan lilin sudah dipasang” menggambarkan kontras antara kebisingan dan ketenangan, antara cahaya alami dan buatan. Terompet yang menyongsong senja mungkin melambangkan akhir dari sesuatu atau perubahan, sementara lilin yang diabaikan mencerminkan harapan atau niat baik yang tidak disadari.

Eksistensialisme dan Keterasingan

Bagian yang paling mencolok dalam puisi ini adalah “Di jendela yang lain, Seseorang sedang mengharap napasnya berhenti, Pada detik yang sama. Mencekik leher sendiri”. Ini adalah refleksi dari tema eksistensialisme dan keterasingan. Menggambarkan seseorang yang putus asa, berjuang dengan keinginan untuk hidup dan kematian. Tindakan mencekik leher sendiri adalah simbol dari rasa tidak berdaya dan keputusasaan yang ekstrem.

Warna dan Kehidupan

“Tangan hari yang ajaib, Menampung banyak warna” adalah penutup yang penuh makna. Tangan hari di sini bisa diartikan sebagai waktu atau kehidupan itu sendiri yang penuh dengan berbagai pengalaman dan emosi. Warna menjadi simbol dari keberagaman emosi dan peristiwa yang membentuk kehidupan sehari-hari. Kalimat ini memberikan harapan bahwa meskipun ada saat-saat kelam dan penuh kesulitan, ada juga keindahan dan variasi yang membuat hidup berarti.

Puisi "Hari" karya Kuntowijoyo adalah karya yang mendalam dan penuh makna. Melalui penggunaan simbolisme yang kuat, imaji yang kaya, dan tema eksistensialisme, Kuntowijoyo berhasil menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keindahan dan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, serta pentingnya menghargai setiap momen dan warna yang dihadirkan oleh hari-hari kita. Melalui refleksi ini, pembaca dapat menemukan makna dan keindahan dalam setiap detik yang mereka jalani, meskipun dalam keadaan yang paling sulit sekalipun.

Puisi: Hari
Puisi: Hari
Karya: Kuntowijoyo

Catatan:
  • Prof. Dr. Kuntowijoyo, M.A.
  • Kuntowijoyo lahir pada tanggal 18 September 1943 di Sanden, Bantul, Yogyakarta.
  • Kuntowijoyo meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 (pada usia 61 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.