Hari yang Bergemuruh
nyonya Margho membaca surat itu sekali lagi,halilintar menjalar di benaknya, badai punmendera kerongkongan. Surat itu seperti apimembakar deretan gedung, lalu arangyang ditinggalkannya menjelma dirinya. Dalam renta,sendiri porak-poranda.
“umur suamiku bagaikan lelehan lilin, mengalir dankemudian menguap, entah ke mana,” tangisnyamerambat, membasahi tanah, menghanyutkankenangan.
sekali ini ia menyadari, batu pun bisa diajak bicara,pohon-pohon bisa mendengar keluhannya, dan anginmenjadi sahabat paling setia. Lolongan anjing kembalimengingatkannya akan ladang gandum yang subur,hamparan keju yang harum, atau gemeretaknya kayudi perapian.
dibangunnya sebuah angan-angan, pesta penuh riang,kopi hangat mengiringi obrolan ringan, dan semua tamudengan sopan saling bertegur sapa. Sambil mengelus poporsenjata, ia tersenyum getir.
“hari ini, memang perang belum usai,” gumamnya.
1999Puisi: Hari yang Bergemuruh
Karya: Juniarso Ridwan
Catatan:
- Juniarso Ridwan lahir di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 10 Juni 1955.