Sumber: Picnic (2009)
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Berjalan Mengikuti Suara Hati dari Lorong ke Lorong" karya Karno Kartadibrata adalah suatu perjalanan emosional dan refleksi tentang masa lalu, diikuti dengan keingintahuan tentang nasib individu-individu dan kejadian-kejadian yang telah ditinggalkan.
Nostalgia dan Kenangan Masa Lalu: Puisi dimulai dengan petikan sejarah di Jalan Bosscha dan gang-gang yang mengingatkan pada kenangan masa lalu. Penyebutan "Neng Enong," gadis manis yang mungkin merupakan kenangan cinta atau teman, memberikan nuansa nostalgia dan membuat pembaca merenungi kembali masa muda dan kenangan yang telah lewat.
Citra Jalanan dan Lingkungan: Deskripsi jalanan seperti Jalan Bosscha, Jalan Panaitan, dan Jalan Balonggede menciptakan gambaran lingkungan yang hidup di waktu-waktu tertentu. Pohon-pohon yang memberikan teduh di Jalan Panaitan dan suasana malam di Jalan Balonggede menggambarkan suasana sekitar yang diingat dan dihayati.
Suara Masyarakat: Melalui penggambaran suara-suara jalanan, seperti suara anak muda yang menjual gitar untuk mencari ongkos malam tahun baru, puisi menciptakan gambaran masyarakat yang hidup di pinggir kehidupan. Pertanyaan tentang keberadaan teman keponakan yang tidur tanpa baju dan menghilang di pagi hari menunjukkan perhatian terhadap nasib individu-individu yang mungkin terpinggirkan.
Pertanyaan Pencarian: Puisi berisi serangkaian pertanyaan tentang keberadaan orang-orang yang dulu dikenal atau diharapkan keluarga. Pertanyaan-pertanyaan ini menciptakan suasana keingintahuan dan mewakili usaha penulis untuk mencari tahu bagaimana kehidupan orang-orang tersebut berkembang.
Cahaya Putih dan Billboard: Penggambaran seorang gadis yang membaca buku puisi berwarna ungu di luar toko buku di Jalan Braga menciptakan gambaran tentang semangat literasi dan minat terhadap sastra di tengah kehidupan urban. Cahaya putih dari billboard membawa kesan modernitas dan perubahan zaman.
Puisi ini bukan hanya sebuah refleksi tentang masa lalu dan jalanan yang diingat, tetapi juga pertanyaan tentang keberadaan orang-orang yang terlupakan. Karno Kartadibrata menghadirkan perasaan nostalgia, keingintahuan, dan refleksi melalui deskripsi lingkungan kota yang menciptakan citra-citra yang hidup dalam ingatan.