Puisi: Tak Perlu Cemas? (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Tak Perlu Cemas" karya Aspar Paturusi menawarkan pandangan reflektif mengenai kehidupan, harapan, dan cinta di tengah kondisi sosial yang ...
Tak Perlu Cemas?

di warung duduk sepasang suami isteri tua
amat asyik melahap makanan pesanannya
mereka menikmati hari awal tahun baru
wajahnya melukiskan masa indah pacaran

hari-hari panjang telah dijalaninya
halaman lama tinggal kenangan
halaman baru harus ditulis lagi
walau dengan tangan gemetar

tertatih langkah menyapa tahun baru
turut bersaksi atas wajah luka negeri
kemana mereka mengusung harapan
ke istana atau ke senayan
atau tak kemana-mana?

suami menggandeng tangan isteri
keduanya tulus bertukar senyum
seandainya demikian wajah negeri
di hatimu dan di hatiku
tak perlu ada cemas lagi

Jakarta, 2 Januari 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Tak Perlu Cemas" karya Aspar Paturusi menawarkan pandangan reflektif mengenai kehidupan, harapan, dan cinta di tengah kondisi sosial yang mungkin kurang ideal. Dalam puisi ini, Paturusi menyajikan gambaran sederhana namun mendalam tentang sepasang suami istri tua yang menikmati momen kecil di warung, sekaligus menciptakan kontras antara kebahagiaan pribadi dan kesedihan kolektif masyarakat.

Gambaran Kehidupan Sehari-hari

Puisi ini dibuka dengan penjelasan tentang sepasang suami istri tua yang "amat asyik melahap makanan pesanannya." Melalui penggambaran ini, Paturusi mengajak pembaca untuk merasakan kehangatan dan kebersamaan yang terpancar dari hubungan mereka. Aktivitas makan bersama di warung bukan hanya sekedar pengisian perut, tetapi juga momen kebersamaan yang menyiratkan rasa syukur atas hidup dan cinta yang telah terjalin lama.

"Wajahnya melukiskan masa indah pacaran" memberikan nuansa nostalgia yang kuat, mengingatkan kita bahwa cinta yang tulus dapat bertahan meskipun waktu berlalu. Momen-momen kecil ini menjadi penting dalam membentuk kenangan dan harapan bagi masa depan.

Perjalanan Waktu dan Kenangan

"Hari-hari panjang telah dijalaninya / halaman lama tinggal kenangan." Dengan pernyataan ini, Paturusi menunjukkan bahwa pasangan ini telah melalui banyak pengalaman dan perjalanan hidup. Mereka tidak hanya melihat ke belakang dengan nostalgia, tetapi juga dihadapkan pada tantangan baru. Frasa "halaman baru harus ditulis lagi / walau dengan tangan gemetar" mencerminkan harapan sekaligus ketidakpastian yang dialami setiap individu di berbagai tahap kehidupan.

Walaupun mengalami ketidakpastian, pasangan ini tetap berkomitmen untuk melanjutkan hidup, meskipun mereka mungkin merasa goyah. Tangan gemetar dapat diartikan sebagai simbol ketidakpastian dan ketidakpastian dalam menjalani tahun baru, yang sekaligus menggambarkan keberanian untuk memulai kembali.

Harapan di Tengah Kesulitan

Di bait berikutnya, Paturusi menyentuh tema yang lebih luas dengan menyatakan, "turut bersaksi atas wajah luka negeri." Di sini, penyair tidak hanya fokus pada kehidupan pribadi pasangan tersebut, tetapi juga menggambarkan kondisi sosial dan politik negara yang mungkin sedang dalam keadaan sulit. "Kemana mereka mengusung harapan / ke istana atau ke senayan / atau tak kemana-mana?" mencerminkan keraguan dan pertanyaan tentang arah dan tujuan harapan mereka.

Kehadiran pertanyaan ini menunjukkan bahwa meskipun pasangan ini memiliki cinta dan kebersamaan, mereka tetap terpengaruh oleh situasi di luar diri mereka. Hal ini memberikan dimensi yang lebih dalam terhadap puisi, menghubungkan pengalaman pribadi dengan konteks sosial yang lebih besar.

Cinta sebagai Solusi

Meski ada tantangan dan ketidakpastian, puisi ini berakhir dengan nada optimis. "Suami menggandeng tangan isteri / keduanya tulus bertukar senyum" menggambarkan kekuatan cinta yang dapat mengatasi ketidakpastian. Senyuman dan kebersamaan menjadi simbol harapan bahwa meskipun keadaan di luar sulit, hubungan yang saling mendukung dan tulus dapat memberikan kekuatan.

Paturusi mengajak kita untuk membayangkan seandainya "demikian wajah negeri / di hatimu dan di hatiku / tak perlu ada cemas lagi." Dalam pengertian ini, cinta dan kebersamaan bisa menjadi solusi untuk menghadapi kesulitan dan kecemasan yang ada di masyarakat. Ketika individu mampu saling memahami dan mendukung, maka rasa cemas yang sering menghantui bisa dihilangkan.

Puisi "Tak Perlu Cemas" karya Aspar Paturusi menyampaikan pesan yang dalam tentang cinta, harapan, dan tantangan yang dihadapi oleh individu dalam konteks sosial. Melalui gambaran sepasang suami istri tua yang sederhana, Paturusi berhasil menciptakan kontras antara kebahagiaan pribadi dan kesedihan kolektif.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun hidup penuh dengan ketidakpastian, cinta dan kebersamaan dapat menjadi sumber kekuatan dan harapan. Dalam menghadapi kesulitan, kita dapat menemukan ketenangan dan kehangatan dalam hubungan kita dengan orang-orang terkasih, yang pada akhirnya akan membantu kita mengatasi kecemasan dan menghadapi masa depan dengan lebih optimis.

Aspar Paturusi
Puisi: Tak Perlu Cemas?
Karya: Aspar Paturusi

Biodata Aspar Paturusi:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.