Puisi: ROB (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "ROB" karya Gunoto Saparie menggambarkan kondisi fisik dan emosional yang dihadapi oleh seseorang yang tinggal di daerah pesisir.
ROB

kudengar suara desir rob
di sepanjang jalan kaligawe
kudengar suara penyanyi bob
di sepanjang kenangan melambai

kutempuh banjir malam-malam
sehabis piket redaksi di suara merdeka
kutempuh jalanan licin dan kelam
sehabis mengetik esai sastra budaya

siapakah yang hanyut terapung itu
benarkah ia hanya selembar daun
siapakah yang berkelebat lalu
benarkah ia memang engkau, tuan

keruh air sampai di pinggang
malam pun sebeku es di kulkas
keruh hati bagaikan bayang-bayang
malam pun lingsir di gigir cemas

2020

Analisis Puisi:

Puisi "ROB" karya Gunoto Saparie mengangkat tema alam dan manusia dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan perjuangan. Dengan memanfaatkan gambaran banjir rob (banjir pasang air laut) yang sering melanda daerah pesisir, Gunoto berhasil menggambarkan kondisi fisik sekaligus emosi dari seseorang yang harus menghadapi tantangan hidup sehari-hari.

Desir Rob dan Kenangan

  • Suara Desir Rob: "kudengar suara desir rob di sepanjang jalan kaligawe" menggambarkan situasi fisik dan alamiah yang dialami oleh orang yang tinggal di daerah pesisir. Rob, sebagai banjir pasang air laut, seringkali datang tanpa diduga dan membawa ketidaknyamanan serta kerusakan. Suara desir rob menjadi latar belakang kehidupan yang penuh tantangan.
  • Kenangan Melambai: "kudengar suara penyanyi bob di sepanjang kenangan melambai" menambah lapisan emosional pada puisi ini. Penyanyi Bob, mungkin merujuk pada penyanyi legendaris seperti Bob Dylan atau Bob Marley, membawa kenangan masa lalu yang seakan melambai dan mengingatkan pada masa-masa yang telah berlalu. Ini menggambarkan bagaimana kenangan dapat muncul di saat-saat ketidakpastian dan keraguan.

Perjuangan dan Ketidakpastian

  • Banjir Malam dan Piket Redaksi: "kutempuh banjir malam-malam sehabis piket redaksi di suara merdeka" memberikan gambaran tentang perjuangan sehari-hari seorang pekerja. Setelah bekerja larut malam, mereka masih harus menghadapi kondisi fisik yang berat seperti banjir rob. Ini adalah metafora yang kuat tentang ketabahan dan ketahanan dalam menghadapi tantangan hidup.
  • Jalanan Licin dan Kelam: "kutempuh jalanan licin dan kelam sehabis mengetik esai sastra budaya" memperkuat gambaran kondisi fisik yang berat dan penuh risiko. Jalanan licin dan kelam bisa diartikan sebagai tantangan dan rintangan yang harus dihadapi dalam perjalanan hidup.

Pertanyaan Eksistensial

  • Siapakah yang Hanyut Terapung: "siapakah yang hanyut terapung itu benarkah ia hanya selembar daun" menggambarkan keraguan dan ketidakpastian tentang identitas dan makna. Apakah yang hanyut itu hanya selembar daun ataukah itu adalah simbol dari sesuatu yang lebih besar, seperti harapan atau mimpi?
  • Siapakah yang Berkelebat Lalu: "siapakah yang berkelebat lalu benarkah ia memang engkau, tuan" menambah dimensi eksistensial pada puisi ini. Siapakah 'tuan' yang dimaksud? Ini bisa merujuk pada seseorang yang penting dalam kehidupan penyair atau mungkin pada kekuatan yang lebih besar yang mengendalikan nasib.

Kondisi Fisik dan Emosi

  • Keruh Air dan Malam Beku: "keruh air sampai di pinggang malam pun sebeku es di kulkas" menggambarkan kondisi fisik yang tidak nyaman dan menakutkan. Air yang keruh sampai di pinggang menunjukkan betapa parahnya kondisi banjir rob, sementara malam yang beku menunjukkan ketidaknyamanan dan ketakutan yang dirasakan.
  • Keruh Hati dan Bayang-Bayang: "keruh hati bagaikan bayang-bayang malam pun lingsir di gigir cemas" memperkuat nuansa emosional dari puisi ini. Hati yang keruh menggambarkan kecemasan dan ketidakpastian yang dirasakan oleh penyair, sementara bayang-bayang menunjukkan ketidakjelasan dan keraguan yang selalu menghantui.
Puisi "ROB" karya Gunoto Saparie adalah refleksi yang kuat tentang kondisi alam dan manusia yang penuh ketidakpastian dan perjuangan. Dengan menggunakan simbolisme rob dan banjir, Gunoto berhasil menggambarkan kondisi fisik dan emosional yang dihadapi oleh seseorang yang tinggal di daerah pesisir. Melalui deskripsi yang detail dan penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang ketahanan, ketidakpastian, dan perjuangan hidup sehari-hari.

Foto Gunoto Saparie

Puisi: ROB
Karya: Gunoto Saparie


BIODATA GUNOTO SAPARIE

Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019).

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi dan cerita pendeknya termuat dalam antologi bersama para penyair lain. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.