Puisi: Kita Raih Kemenangan (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Kita Raih Kemenangan" karya Aspar Paturusi mengajarkan kita bahwa kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Setiap kesulitan dan penderitaan ...
Kita Raih Kemenangan

kita tak kalah saat kita sakit
bahkan kita raih kemenangan
karena kita jadi tahu arti sehat

kita tak kalah saat kita miskin
bahkan kita raih kemenangan
karena kita jadi tahu arti kaya

kita tak kalah saat kita di penjara
bahkan kita raih kemenangan
karena kita jadi tahu jahatnya korupsi

kita tak kalah saat diturunkan dari tahta
bahkan kita raih kemenangan
karena kita jadi tahu arti mabuk kuasa

kita tak kalah saat kita di ujung kematian
bahkan kita raih kemenangan
bila kita sempat tersenyum kepada maut

Jakarta, 17 Desember 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Kita Raih Kemenangan" karya Aspar Paturusi membawa pesan yang dalam tentang bagaimana manusia bisa menemukan kemenangan dalam setiap keadaan, bahkan dalam kesulitan dan penderitaan. Dalam puisi ini, Paturusi mengajarkan bahwa kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang nilai-nilai kehidupan yang sering kali terlewatkan dalam keseharian. Puisi ini mendorong pembaca untuk melihat sisi positif dalam setiap cobaan hidup, dan menemukan makna sejati di balik peristiwa yang tampak merugikan.

Mengenali Kekuatan dalam Kesakitan

Puisi dimulai dengan pernyataan yang cukup mengejutkan, "kita tak kalah saat kita sakit / bahkan kita raih kemenangan / karena kita jadi tahu arti sehat." Melalui baris ini, Paturusi mengingatkan kita bahwa kesakitan bukanlah akhir dari segala sesuatu. Sakit, meskipun sangat tidak diinginkan, bisa membuka kesadaran kita akan pentingnya kesehatan. Ketika tubuh kita terganggu, kita mulai menghargai kondisi tubuh yang sehat, yang sering kali kita anggap biasa. Dalam hal ini, sakit bukan hanya penderitaan, tetapi juga menjadi pelajaran hidup yang mengajarkan kita untuk lebih bersyukur atas kesehatan yang dimiliki.

Kekayaan Sejati: Lebih dari Harta

Selanjutnya, Paturusi mengungkapkan, "kita tak kalah saat kita miskin / bahkan kita raih kemenangan / karena kita jadi tahu arti kaya." Miskin sering kali dipandang sebagai sebuah kekalahan dalam pandangan sosial, karena kekayaan material sering kali dianggap sebagai ukuran keberhasilan. Namun, dalam puisi ini, Paturusi mengubah persepsi tersebut. Kekurangan harta membawa kita untuk memahami arti sejati dari kekayaan, yang tidak hanya berupa uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk hubungan yang sehat, kebahagiaan, dan rasa syukur atas apa yang kita miliki. Dengan kata lain, kemiskinan mengajarkan kita untuk mengenali kekayaan yang tidak bisa diukur dengan materi semata.

Kesadaran dari Penjara: Kebebasan dalam Pemikiran

Pada bagian selanjutnya, Paturusi menulis, "kita tak kalah saat kita di penjara / bahkan kita raih kemenangan / karena kita jadi tahu jahatnya korupsi." Penjara sering kali dipandang sebagai simbol kekalahan dan pembatasan kebebasan. Namun, dalam puisi ini, penjara bukan hanya tempat hukuman, tetapi juga tempat pembelajaran. Dalam keterbatasan, seseorang bisa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang keadilan, kebebasan, dan bagaimana ketidakadilan seperti korupsi merusak sistem sosial. Oleh karena itu, meskipun secara fisik terpenjara, seseorang bisa meraih kemenangan melalui kebijaksanaan yang ditemukan dalam penderitaan tersebut.

Jatuh dari Tahta: Pembelajaran tentang Kekuasaan

Paturusi juga menulis, "kita tak kalah saat diturunkan dari tahta / bahkan kita raih kemenangan / karena kita jadi tahu arti mabuk kuasa." Jatuh dari tahta, dalam pengertian ini, bisa diartikan sebagai kehilangan posisi atau kekuasaan yang pernah dimiliki. Paturusi menyampaikan bahwa meskipun seseorang kehilangan segala bentuk kekuasaan yang ada, ia sebenarnya meraih kemenangan, karena ia kini memahami bahwa kekuasaan bisa menjadi sesuatu yang menyesatkan dan merusak. Dalam keadaan ini, seseorang mulai belajar untuk melepaskan keinginan untuk menguasai orang lain, dan menyadari bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada status sosial atau politik.

Maut sebagai Penutup Kehidupan: Menemukan Kemenangan dalam Kehidupan

Puisi ini diakhiri dengan baris, "kita tak kalah saat kita di ujung kematian / bahkan kita raih kemenangan / bila kita sempat tersenyum kepada maut." Kematian adalah topik yang sering kali membuat orang takut dan cemas. Namun, Paturusi mengubah pandangan ini dengan menyatakan bahwa seseorang yang mampu tersenyum menghadapi maut, yang menerima kenyataan bahwa hidup ini fana, telah meraih kemenangan. Maut bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan sebuah bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik yang ada, serta belajar untuk melepaskan segala bentuk keterikatan pada dunia.

Puisi "Kita Raih Kemenangan" karya Aspar Paturusi mengajarkan kita bahwa kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Setiap kesulitan dan penderitaan yang kita alami dapat menjadi titik balik yang membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang hidup. Kesakitan mengajarkan kita untuk menghargai kesehatan, kemiskinan membuka mata kita tentang arti kekayaan sejati, penjara mengajarkan kita tentang kebebasan berpikir, kekuasaan mengajarkan kita untuk tidak mabuk oleh keinginan untuk menguasai, dan kematian mengingatkan kita untuk hidup dengan penuh makna. Dalam setiap keadaan, kita memiliki kesempatan untuk meraih kemenangan, bukan dalam bentuk materi atau status sosial, tetapi dalam bentuk pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan itu sendiri.

Aspar Paturusi
Puisi: Kita Raih Kemenangan
Karya: Aspar Paturusi

Biodata Aspar Paturusi:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.